Pandawa Gugat & Puisi Ibu Kunthi

oleh -372 Dilihat
oleh

Gonjang-ganjing terjadi di Astinapura. Prabu Duryudana resah. Ia melihat negerinya dilanda hujan panjang tanpa berkesudahan. Salah mangsa, karena sudah seharusnya hujan tidak turun.  

oleh Ki Bawang
Dalang tanpa Wayang

Bersama pancaroba yang tak menentu itu, keresahan terjadi. Kegaduhan muncul dipicu oleh banyak hal, bahkan hal yang kecil-kecil saja.  Prabu Suyudana ya Duryudana ya Jakapitana merasa ada yang salah dengan negaranya.

Melihat itu, Pandita Durna dan Patih Sengkuni sepakat mengatakan, keresahan massal terjadi akibat para Pandawa bertapa di Tegal Kurusetra. Mereka yakin, gara-gara itulah, Astina dilanda suasana panas.

Sementara itu, di Kurusetra, Puntadewa memang memimpin adik-adiknya melakukan tapa brata. Mereka berdemo, meminta keadilan Dewata. Keadilan karena ayah mereka, Pandu Dewanata, masih berada di Kawah Candradimuka. Roh Pandu menderita oleh siksaan Batara Guru. Pandawa menggugat, ingin ramandanya segera diangkat dari nestapa Candradimuka.

Tapi apa yang kemudian terjadi?  Di Khayangan, Batara Guru justru membuat keputusan yang mengejutkan. Pertama, ia memecat Batara Narada karena dianggap menentang dirinya. Lalu, mengutus Durga agar memerintahkan prajurit bajubarat Batara Kala untuk menculik Pandawa, dijadikan santapan sang Kala.

Dasar Pandawa adalah para ksatria utama, mereka pantang menyerah dan memilih ikut masuk Kawah Candradimuka daripada dimangsa Batara Kala dan gagal mengentaskan derita Pandu Dewanata.

Begitulah. Lima Pandawa ditumpahkan begitu saja ke Candradimuka. Namun rupanya, di sana sudah ada Batara Narada yang membawa Kiai Semar. Dua dewata senior itu, membuat para Pandawa bisa bertemu arwah Pandu, tanpa kesulitan, tanpa halangan. Itulah ajaibnya Pandawa, mereka tidak musnah meski direndam kawah panas Candradimuka.

Ini adalah lakon tua. Lakon ketika Baratayuda belum terjadi. Tegal Kurukasetra, palagan yang menjadi ajang perang besar Baratayuda, masih merupakan alas angker, hutan gawat yang hanya para Pandawa berani bertapa di sana.

Pandawa Gugat, bukan lakon populer, karena agak jarang dimainkan para dalang. Penonton wayang juga kurang bisa menikmati, karena dianggap terlalu berat filosofinya. Tapi inilah pitutur buat siapa saja. Pitutur bahwa kehebatan para Pandawa dipahat oleh puisi hati Ibu Kunthi.

Pandawa yang dibesarkan seorang diri oleh Kunthi, belajar mencintai orangtuanya tanpa bertanya. Lelabuhane, juga tidak dilandasi tendensi. Mereka rela pralaya di Candradimuka hanya untuk nyuwargake Pandu, ayah yang kelewat cepat meninggalkan anak-anaknya. Siapa yang bisa mengajarkan keikhlasan serupa itu, selain Ibu Kunthi yang memberi keiklhasan yang sama: iklhas ditinggal suami, kemudian membesarkan  tiga anak kandung dan dua anak tiri dengan sepenuh hati. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.