Meniko Mbah Ratijo, Ahli Ndamel Iket Saking Pengasih

oleh -189 Dilihat
oleh

Asmanipun Mbah Ratijo. Sampun nyuswo 70 tahun wargi Blumbang 53/23 Karangsari Pengasih Kulon Progo meniko. Wiwit kino-makino, Mbah Ratijo ndamel iket.

Benar,  pria sepuh yang sehari-hari biasa dipanggil Mbah Tijo ini, sudah memulai memproduksi Iket atau blangkon sejak lulus Sekolah Dasar. Itu artinya, sudah berpuluh tahun yang lalu. Tapi sampai sekarang, iket pesanannya tetap laris. Sejumlah orang, bahkan menjadi pelanggan tetap.

Simbah berkisah, pekerjaan abadi itu sudah ditekuni, sejak sebelum gegeran Gestapu. “Kulo ndamel iket utawi blangkon meniko awit lulus SD.  Kulo lulus SD tahun 1964, saget ndamel iket kaliyan kakang kulo ipe sik manggen ing Blubuk Clereng,” katanya sambil ubet membuat iket.

Mbah Ratijo memang terlihat terampil. Tangannya yang keriput dan mulai buyuten, tetap cekatan, karena ia seorang ahli yang ditempa pengalaman. Lebih dari setengah abad membuat iket, adalah pengalaman tak terbantah buat simbah.

Tapi dulu, sebelum membut blangkon, sebenarnya Mbah Ratijo adalah seniman kerawitan. Ia ikut mbarang sebagai niyogo. Tidak hanya niyogo  kethoprak, melainkan juga wayang kulit. Ia  bercerita, sejak kecil, senang dengan kesenian terutama seni Jawa.

Sisa-sisa kecintaannya pada kerawatian masih sering terdengar. Sebab secara tidak sengaja, simbah terkadang rengeng-rengeng, mendendangkan mocopat. Suaranya yang bergetar karena usia, terdengar enak.

Membuat iket, bagi Mbah Tijo sebetulnya juga pekerjaan sambilan. Sebab, pekerjaan utamanya adalah sebagai tukang kayu, namun setelah banyak pelanggannya, Mbah Tijo memutuskan menekuni meninggalkan pekerjaan tukang kayu dan menjadi pembuat blangkon.  Terlebih, profesi tukang kayu semakin tergeser posisinya oleh kemajuan teknologi.

Salah seorang pelanggan iket buatan Mbah Tijo adalah Supriyanto. Pak guru ini, banyak pesan blangkon kepada simbah, terutama semenjak ada aturan memakai busana adat Jawa setiap Kamis Paing.

Guru Supri hanya satu pelanggan, masih banyak pelanggan lain yang puas dengan blangkon buatan Mbah Tijo. Apalagi, simbah tidak pernah membandrol harga iket buatannya. Berapapun dananya tetap dikerjakan.  “Ingkang baku meniko paseduluran,  menawi rejeki  sampun ditentoke ingkan kuaos. Njih to,” katanya, tersenyum. (yad)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.