Kurusetra senyap. Tapi hawa panas menyebar ke sudut-sudut kota raja Astina dan Amarta. Suasana perang mulai terlihat, setelah para senapati ditunjuk untuk bertarung di masa yang sudah ditemukan.
Suasana tegang, rupanya juga mengisi hati Prabu Kresna, raja binetara cukong utama Pandawa dalam Baratayuda. Ia pusing melihat komposisi senapati yang sudah ditunjuk. Sebab ada nama Antareja di sana, menunggu kemenangan. Kemenangan besar melawan Baladewa yang tak lain kakak Kresna yang dihormati. Dan itu tidak boleh terjadi.
Kresna memutat otak. Ia harus mentingkirkan Antareja dari Baratayuda agar Baladewa tak binasa. Maka dicarikan cara membunuh Antareja, meski dengan cara yang sangat halus: memanipulasi data agar Antareja menjilat telapaknya sendiri, sehingga dengan begitu ia mati karena kesaktian putra Bima ini memang dijilatan lidahnya.
Benar. Kresna menemukan jalan untuk menyingkirkan Antareja yang mandraguna. Kematian itu pun, masih dimanipulasi sebagai Kematian suci karena Kresna menyebut Antareja merelakan kematiannya demi kemenangan Pandawa. Dengan mitos itu, tidak ada yang pernah menggugat kematian Antareja.
Strategi Sri Kresna dalam Baratayuda saya bayangkan sedang terjadi hari-hari ini. Adu kekuatan, perang strategi, menggunakan semua kekuatan dan jaringan yang dimiliki. Termasuk adu kuasa untuk membuka lawan.
Tapi benarkah semua itu akan manjur? Saya tidak tahu peris, tapi masih ada waktu untuk membuktikannya. Akankah Antareja berhasil disingkirkan seperti dalam Baratayuda? Kita tunggu saja.(*)