Siswanto adalah pekerja keras. Pria berusia 48 tahun ini, sudah puluhan tahun, menjadi buruh penyulingan minyak cengkeh. Juga, Mintarto yang masih berusia 27 tahun. Warga Gunung Kelir, Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo, Jogjakarta itu, bekerja tidak mengenal waktu.
Tidak ada yang dikeluhkan Siswanto dan Mintarto. Mereka bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. “Kulo sampun remem mas, njih pikantuk sekedik-sekedik keno nggo ngulur urip, keno kangge nguripi keluargo,” kata mereka, seperti bersamaan.
Mintarto yang sudah enam tahun jadi buruh, mengakui bahwa pekerjaan penyulingan itu tidak mengenal waktu. Selama enam tahun itulah, jam kerjanya sebagai penyuling minyak cengkeh, tak dibatasi waktu. Tapi biasanya, dia bekerja dari jam sembilan pagi dan baru selesai jam sembilan malam.
Pulang dan istirahat. Subuh-subuh, sekitar pukul 05.00 WIB, Mintarto bangun untuk membantu keluarga buruh manjat nira atau pohon kelapa. Itu menjadi rutinitas sebelum nanti jam sembilan berangkat ke penyulingan minyak cengkeh.
Seperti Miranto, Siswanto juga mengakui, menjadi penyuling harus menyediakan banyak waktunya untuk bekerja. Asal badan sehat, ia tetap melaksanakan pekerjaannya, menyuling minyak cengkeh milih salah seorang tetangganya.
Proses penyulingan minyak cengkeh, terbuat dari daun-daun cengkeh yang berjatuhan di wilayah Girimulyo. Selama ini, di Girimulyo atau daerah lain, di wilayah Kulon Progo daun cengkeh yang jatuh banyak, tapi belum dimanfaatkan.
Di Girimulyo terutama Desa Jatimulyo yang melakukan usaha penyulingan hanya ada tiga tempat. Itupun cara beroperasinya paling satu minggu hanya dua atau tiga kali memyuling. Hasil sulingan minyak cengkeh dari Girimulyo dibeli oleh orang luar Kulon Progo yang diambil satu minggu sekali. (yad)