Beras yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, petani setempat mampu memproduksi beras untuk kebutuhan sendiri. Surplus beras sering terjadi karena tidak habis dikonsumsi.
Ironis kalau untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat miskin (Raskin) harus membeli dari luar negeri. Pemda melakukan kerja sama dengan Bulog, sejak Desember 2013 beras untuk masyarakat miskin, diganti menjadi beras daerah (Rasda).
Bulog jangan sampai mengimpor beras karena petani lokal surplus beras sehingga kebutuhan beras untuk masyarakat miskin di daerah cukup disediakan dari daerahnya sendiri. Beras lokal cukup kualitas, sedangkan beras miskin mendapat tanggapan kurang baik karena bercampur kutu dan menir. Masyarakat sering mengeluhkan Raskin sangat tidak layak untuk dikonsumsi karena lama menumpuk di gudang sehingga rusak.
Kerja sama Pemda dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menyepakati untuk mengemas Rasda untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan istri petani yang tergabung dalam Gapoktan juga anggota Posdaya. Kerja sama dilakukan untuk memenuhi kebutuhan 8.000 PNS di lingkungan Pemda.
Langkah selanjutnya kerja sama dengan Bulog yang mau mengemas beras untuk masyarakat miskin menjadi Rasda. Gapoktan menyambut baik gerakan memperjuangkan Rasda karena memberikan keuntungan kedua belah pihak.
Petani yang tergabung dalam Gapoktan mendapat kepastian harga penjualan gabah, sedangkan Bulog dapat memenuhi beras yang menjadi kebutuhan di masyarakat. Mata rantai dari produksen ke konsumen menjadi lebih pendek sehingga biaya dapat dikurangi dari transportasi dan gudang.
Masyarakat menanggapi baik upaya menjadikan ideologi untuk menguasai pasar yang akan mengantarkan masyarakat kepada kemandirian ekonomi. Kemandirian ekonomi menjadi satu kesatuan dari kedaulatan politik dan sosial budaya.
Tanpa kemandirian ekonomi, akan terjadi ketergantungan masyarakat terhadap produksi dari luar negeri. Akibatnya produksi dalam negeri tidak mampu bersaing di pasar sendiri, apalagi di pasaran internasional.
Kekalahan beruntun akan terjadi seiring dengan masuknya produk barang dan jasa dari manca negara. Sebab negara tidak berhak lagi mengatur dan memproteksi masuknya produk dari luar negeri.
Masyarakat regional bersepakat untuk memberikan kebebasan produksen yang akan memasarkan produknya di mana saja. Proteksi dalam bentuk subsidi sama sekali tidak dibenarkan. Apalagi melarang masuknya produk ke suatu wilayah.
Semua hasil produksi diserahkan kepada pasar untuk menilai dan menggunakan. Pasar bebas menentukan sendiri sesuai hukum pasar antara produsen dan kosumen, tanpa campur tangan siapapun, termasuk campur tangan negara.(bersambung)