Para penumpang yang terhormat, beberapa saat lagi kita akan mendarat di Bandar Udara Internasional Yogyakarta Baru di Yogyakarta (Ladies and Gentlemen, a few minutes we will landing at New Yogyakarta International Airport – Yogyakarta).
Demikian kira-kira pilot nanti akan mengumumkan ketika pesawat akan mendarat di bandara Kulon Progo yang akan bernama New Yogyakarta International Airport (NYIA).
Pembangunan bandara di Kulon Progo terus dikebut, terutama landasan pacunya, termasuk pemasangan 3 Garbarata (lihat Gambar 1). Menurut rencana, target minimum operasi akhir bulan April 2019. Uji pendaratan (dan take off) juga telah sukses dilakukan oleh pesawat kalibrasi Kementerian Perhubungan pada tanggal 21 April 2019. Mengapa bandara di Kulon Progo dinamakan NYIA?
Tidak ada aturan baku untuk memberi nama sebuah bandara. Namun banyak yang menggunakan nama pahlawan nasional atau tokoh masyarakat lokal, dengan tujuan untuk menghormati jasanya. Sebagai contoh: Sultan Syarif Kasim II (Riau), (Sultan Mahmud Badaruddin (Palembang), Sultan Thoha (Jambi), Ahmad Yani (Semarang), Jalaludin (Gorontalo), Lodewijk Mandacan (Manokwari), dan lain-lain. Nama bandara di luar negeri ada King Abdul Aziz (Jeddah), Ben Gurion (Tel Aviv), John F. Kennedy (New York), dan lain-lain.
Selain itu, nama bandara biasanya tidak terlalu panjang, sehingga mudah diucapkan, baik oleh crew pesawat, pengguna jasa penerbangan, maupun masyarakat awam.
Bagaimana untuk nama bandara di Kulon Progo? Jauh sebelum bandara dibangun, masyarakat Kulon Progo menyambut antusias atas rencana pembangunan bandara di desa Glagah. Banyak masyarakat berharap nama bandara baru itu nantinya Nyi Ageng Serang Airport, sebuah nama yang mudah diucapkan dan enak didengarnya.
Dalam sejarah, Nyi Ageng Serang pernah membantu Pangeran Diponegoro, melakukan perlawanan kepada penjajah di wilayah Kulon Progo, sampai wafat dan dimakamkan di Kalibawang. Pemerintah daerah Kulon Progo mengabadikannya dalam bentuk monument patung di tengah kota Wates, sedang menaiki kuda dengan gagah berani membawa tombak. Nyi Ageng Serang juga dipakai untuk nama sebuah RSUD di daerah Sentolo. Demikianlah, seolah nama Nyi Ageng Serang sudah melekat di hati rakyat Kulon Progo.
Namun perlu diketahui, Nyi Ageng Serang yang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi, lahir di Jawa Tengah, tepatnya di wilayah Serang, perbatasan antara Grobogan dan Sragen. Nyi Ageng Serang diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 1975, atas usulan pemerintah daerah Jawa Tengah, bukan oleh pemerintah DIY.
Penulis, sebagai putra Kulon Progo pernah menggagas nama-nama bandara di Kulon Progo, yang ingin penulis usulkan apabila ada kesempatan. Sederetan nama-nama gagasan penulis adalah: Sri Sultan HB IX–GPA Sri Paku Alam VIII (duet raja Jogja di awal kemerdekaan), Sultan Agung (Raja ke 3 kerajaan Mataram, terkuat dan termasyur di masanya, pahlawan nasional 1975), Sutawijaya (pendiri kesultanan Mataram, peletak dasar-dasar Kesultanan Mataram, dan raja pertama), Ki Ageng Pamanahan (pendiri desa Mataram cikal bakal Kasultanan, sekaligus tokoh yang menurunkan raja-raja dinasti Mataram), Pangeran Diponegoro (tokoh perang Jawa yang melegenda, banyak melakukan perlawanan di wilayah Kulon Progo).
Namun demikian, dalam suatu kesempatan, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X tetap menginginkan bandara baru di Kulon Progo bernama New Yogyakarta International Airport (NYIA). Alasannya, selain sudah familiar, nama itu tidak memunculkan adanya pro-kontra di tengah masyarakat. Jogja Istimewa.(*)