Parangkusumo-5: Saat Aroma Kemenyan Menyapa Penciuman

oleh -255 Dilihat
oleh

Segara Kidul. Nama itu, bagi orang Jawa mengandung makna mendalam. Tidak sembarang diucapkan, apalagi jika sedang berada di dekatnya. Laut selatan memang memiliki tali erat, dengan orang Jawa. Dan, terutama, bagi raja-raja Jawa.

Sejak Panembahan Senapati, Segara Kidul, menjadi sangat penting, karena penguasanya (Kanjeng Ratu Kidul, yang selalu diucapkan dengan khidmad) telah merajut hati, mengikatkan diri, sebagai bagian paling inti dari kesakralan Keraton Mataram.

Maka Parangkusumo menjadi gerbang mistis yang menghubungkan Istana Ratu Kidul dengan Istana Mataram. Dari tempat inilah, konon, Kanjeng Penembahan Senapati, memulai persinggahannya ke Segara Kidul.

Hingga kini, segala gawe besar keraton, selalu menyertakan restu Parangkusumo. Labuhan alit, dengan mengubur guntingan kuku sultan (lengkap dengan segala ubo-rampe labuhan lainnya) masih selalu dilaksanakan setiap tahun. Pada hari-hari tertentu, terutama ketika sedang menghadapi kegentingan, Parangkusumo juga menunjukan perannya.

Sementara itu, bagi masyarakat luas, peran Parangkusumo juga tidak kalah vital. Para peziarah berbondong, menggendong cita-cita untuk dimintakan sokongan gaib dari Istana Ratu Kidul. Mereka datang dari setiap lapis sosio-kultural. Mulai dari orang biasa, pedagang yang ingin laris, ibu muda yang ingin anaknya pintar, bapak yang hendak menerima pinangan anaknya, atau para pejabat yang hendak merebut kursi kekuasaan. Semua datang, mengadu, meminta restu.

Jadi datanglah ke Parangkusumo, jika ingin menghirup aroma mistik yang kental. Sepanjang hari, wangi melati menyebar. Pada saaat-saat tertentu, tiupan angin yang membawa suasana sakral bertiupan. Juga ketika bumi mulai gelap, ketika ompak pantai menjadi instrument yang ritmis-mistis.

Bagi sementara orang Jawa, percampuran wangi melati, tiupan angin mistik, serta suasana magis, terasa lengkap dengan aroma kemenyan yang kadang dominan di udara. Jika sudah begitu, yang dilakukan hanya membatin keselamatan; semoga dijauhkan dari marabahaya kemurkaan kanjeng ratu karena mendekati pintu istananya.

Sambil terus melangkah santun, mendekatlah pada Puri Cepuri, benteng berukuran sedang yang sakral. Dari kejauhan, cepuri ini, memang sudah terlihat menonjol, terutama karena selalu memancaarkan energy gaib. Penduduk local, menghormatinya, tak ubahnya menghormati tempat-tempat keramat lain bagi Keraton Mataram.

Dengan kesantunan yang terjaga, bolehlah melonggok ke dalam cepuri dengan benteng setinggi dagu. Di atas pasir warna kelabu, ada dua batu terpisahkan jarak satu depa. Batu berukuran agak besar, setengah tenggelam di pasir sebelah utara. Ukuran yang lebih kecil, persis di depannya, membentuk garis lurus utara-selatan.

Pada batu besar itulah, Kanjeng Panembahan Senapati  duduk bersemadi. Khusuk, penuh kepasrahan total. Sementara, Kanjeng Ratu Kidul, duduk di batu sebelah selatan, yang ukurannya agak kecil. Di tempat wingit inilah, dua penguasa dunia yang berbeda itu, sepakat; menyatukan hati, membangun Mataram, bahkan hingga kini. (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.