Parangkusumo-1: Restu Sang Ratu

oleh -252 Dilihat
oleh

Selepas ashar, ketika matahari di pesisir selatan masih memanggang, saya sampai di pelataran Keraton Laut Kidul. Benar. Pelataran keraton dengan Cepuri Parangkusumo sebagai gerbang mistik, menuju kerajaan gaib Kanjeng Ratu Kidul. Dari arah utara, saya memasuki halaman dengan mengucap salam.

Masih senyap, menjelang sore itu. Hanya suara ombak, dengan irama repetisi, ajeg, setia dengan dengung yang sama sepanjang hari. Tiga ibu-ibu tukang kembang, di bangsal sebelah kanan cepuri, menyambut dengan ramah. Mereka tahu, orang-orang yang datang ke Parangkusumo, dipastikan membutuhkan bunga untuk dibawa ke cepuri.

Setelah bertegur-sapa sebentar, saya memilih ke masjid. Sholat ashar. Lalu, menunggu gelap, sambil menikmati irama alam, yang mengirim pesona mistis. Duduk di beranda masjid, ditemani Kang Mitro, orang yang tiba-tiba saja menghampiri, menawari rokok kretek berbungkus merah.

Kang Mitro bukan orang sekitar Parangkusumo, ia baru datang dari Semarang. Setidaknya, begitu pengakuannnya. Saya tidak bertanya banyak-banyak, selain hanya harus selalu menyediakan pendengaran untuk kalimatnya yang terasa betul kadang tidak realistik, karena banyak diberi penyedap hiporbola. Tapi apa boleh buat, saya  hanya menjadi pendengar yang baik, sebagai kawan menanti senja.

Duduk menghadap ke timur, saya pandangi gugusan bukit yang memanjang hingga bibir pantai Parangtritis. Di sebuah titik, lurus ke timur dari saya santai di beranda masjid, sebuah bangunan terlihat. Di sanalah, pusara Syeh Maulana Magribi yang menjadi salah satu tempat keramat di kawasan pantai selatan ini.

Meniti petang, suasana temaram yang dikirim langit, membawa tiupan angin mistis. Irama ombak yang tak berubah, menjadi bingkai kesakralan. Tanpa lagi terik, saya meninggalkan masjid, berjalan ke arah selatan, menghampiri angin laut yang terasa mendorong ke utara, menolak kedatangan saya.

Sebuah gapura besar, saya lewati. Melihat ke belakang, terlihat Cepuri Parangakusumo lurus di utara. Lalu, kembali menatap arah selatan, ternyata ini adalah jalan lempang utara-selatan, yang menghubungkan langsung Cepuri Parangkusumo dengan Laut Kidul.

Jalan lurus itu, seolah ingin menunjukkan secara harafiah baha Cepuru Parangkusumo benar-benar menjadi pintu gerbang, memasuki Keraton milik Kanjeng Ratu Kidul. Tidak sekadar gerbang mistik, tapi pintu masuk yang nyata. Jalan tanpa melengkung itulah, yang diharapkan mampu menjelaskan kepada khalayak luas (tanpa harus memahami secara gaib), peran cepuri yang sakral.(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.