Mbahrono, Tokoh Senior & Teladan Disiplin Masyarakat Jombokarto

oleh -388 Dilihat
oleh

Di lingkungan masyarakat  Dusun Jombokan, Desa Tawangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY, ia tokoh senior. Hidup panjang, sejak era penjajahan Belanda masih sangat kuat di bumi Nuswantoro.

Mbahrono. Begitu masyarakat memanggilnya. Nama kecilnya Jamil.  Setelah dewasa dan menikah memakai nama tua Rono Sentono. Tapi orang-orang lebih mengenalnya dengan nama Mbah Rono Jamil. Mendengar namanya saja, orang langsung paham siapa sosok yang sangat sentral dalam kehidupan bermasyarakat di Jombokan.

Seperti umumnya para sepuh yang ikut berjuang memerdekakan Indonesia, Mbahrono senang bercerita pada masa susah saat masih dijajah. Juga cerita tentang kehidupan orang-orang kecil kala itu, yang harus mengalami masa sangat sulit.

Zaman bergerak. Selanjutnya, Mbahrono tampil sebagai penggiat pemberdayaan masyarakat. Untuk urusan gotong-royong, nama Mbahro sejajar dengan para generasi sepuh yang di masa mudanya aktif menggerakkan masyarakat. Dan, seperti umumnya para sesepuh yang lahir di masa sulit sebelum perang kemerdekaan, teladan utamanya adalah kedisplinan.

Benar. di antara tokoh-tokoh Jombokan, Mbahrono termasuk yang sangat keras mengajarkan disiplin. Jika ada hajat bersama seluruh warga, ia selalu menjadi panitia inti yang paling serius memperhatikan detial acara. Tidak boleh ada yang salah. Atau, jika ada anak muda yang salah leladi saat menghidangkan pacitan, akan langsung kena bentak.

“Beliau memang disiplin. Tapi semua demi kebaikan. Kalau tidak ada Mbahrono, pasti acara semacam Nyadranan akan berantakan,” kenang Mas Heri, warga Jombokan yang mengenal betul karakter Mbahrono karena di masa ia muda, termasuk yang digojlok oleh disiplin model Mbahrono.

Bagi generasi 90an, nama Mbahrono juga mengalirkan rasa ciut. Jangan coba-coba berbuat salah dalam hajatan bersama warga desa. Jika ketahuan Mbahrono, akan panjang urusannya. “Kalau sudah mentheleng, tidak ada yang berani bicara,” kata Kang Tamaji, mengingat ketokohan Mbahrono.

Saat itu, Kang Tamaji menambahkan, ia masih usia remaja. Bersama-sama anak-anak muda lain, ia paling sering kena hardik Mbahrono kalau sedang ada di patehan.  “Sekarang tokoh seperti Mbahrono sudah jarang, jadinya, ya tidak ada yang mengajarkan disiplin dalam leladen tamu,” katanya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.