Home / DWIDJO / Api Cinta (96): Tahun Pertama Kuliah Terlewati

Api Cinta (96): Tahun Pertama Kuliah Terlewati

Paidi lebih memilih membeli buku dan bahan bacaan ketimbang membeli baju baru. Meski keduanya sama-sama dibutuhkan, namun prioritas pertama mengoleksi buku. Meski juga bukan buku baru, paling tidak buku-buku lama yang belum pernah dibacanya.

“LDK segera dibuka,”  Masasrun memberitahu Masruroh membuka diskusi. Seperti biasanya kalau sudah bertiga mereka akan selalu menyampaikan hal baru yang didapatkan.

“Kapan,”

“Ikut yuk,”

“Kita daftar bertiga,” Paidi menimpali.

“Kira-kira bentrok gak dengan ujian kampus,” Paidi mencoba meyakinkan kedua temannya. Kalau kampus ada ujian kita tidak bisa membagi waktu. Selain jadwalnya padat juga kesempatannya tidak banyak untuk mendalami latihan-latihan yang diselenggarakan panitia.

Selamat Datang Peserta Latihan Dasar Kepemimpinan, demikian spanduk yang terpampang sebelum memasuki ruangan. Kegiatan berlangsung sepekan, panitia sengaja memiliki kesempatan di tengah smester. Ketika mahasiswa memasuki masa libur smester sehingga tidak mengganggu kegiatan di kampus.

Seminggu mengikuti LDK, Paidi makin memiliki wawasan. Selain bergaul lebih banyak orang dari berbagai kalangan, juga teman diskusi semakin luas. Tema-tema yang menjadi bahan diskusi juga beragam. Kepemimpinan di masa depan, menjadi menu khusus diskusi selama sepekan.

Berkenalan dengan banyak aktivis menjadi kebanggaan tersendiri, mereka mahasiswa kritis yang banyak menyuarakan keberpihakan kepada masyarakat luas. Advokasi terhadap masyarakat yang menjadi korban pembangunan menjadi salah satu perjuangan para mentor selama LDK.

LDK usai sudah, mahasiswa dari berbagai kampus kembali ke kamp masing-masing. Aktivitas seperti biasanya, belajar dan mendiskusikan berbagai persoalan. Masasrun, Masruroh dan Paidi kembali ke kegiatan semula. Ketiganya makin seru berdiskusi, makin berisi dan banyak wawasan yang dikembangkan.

Tahun pertama kuliah terlewati, tidak terasa sudah memasuki tahun kedua. Tiga sekawan masih dengan aktivitasnya. Hanya mereka sibuk dengan kegiatan tambahan yang lain.  Masasrun mulai mengembangkan bisnis, Masruroh mendalami kemampuannya dalam bidang ketrampilan.

Paidi yang  jauh dari kampung halaman, tanpa sanak sodara lebih banyak berdiam diri. Meski ketiganya masih sering berdiskusi, namun keterbatasan waktu menjadikan mereka lebih banyak berdiskusi di sela-sela kegiatan kampus.

Selesai kuliah baru mereka berkumpul di pojok ruangan, itupun tidak terlalu lama. Sampai  kampus benar-benar sepi mereka baru membubarkan diri. (bersambung)

About redaksi

Check Also

Saber Budaya Menoreh Kedah Mbangun Pariwisata Kulonprogo

Yogyakarta, Kabarno.com Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) melalui Dinas Pariwisata Provinsi, memyambut baik …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *