Sudah menjelang magrib, saat saya sampai di pelataran Masjid Ki Ageng Selo yang lapang. Suasana Desa Sela di bawah langit sore, memang menentramkan.
Kesibukan yang paling terlihat di dekat masjid adalah orang-orang yang berada di luar rumah, menikmati senja yang semakin temaram. Sementara di lingkungan masjid, banyak yang duduk di beranda, barangkali menunggu waktu magrib.
Mereka berbaur dengan para peziarah, yang masih terus mengalir ke belakang masjid, tempat Ki Ageng Selo dipusarakan, seolah satuhu menjaga kemakmuran anak cucunya sebagai penghuni desa Selo. Melewati sisi kiri masjid, saya memasuki area pemakaman, bersama rombongan 10 orang, dari desa tetangga Selo. Naik sepeda motor berboncengan, mereka terdiri dari para keluarga yang ingin mengirim doa.
Tidak hanya pria dan wanita dewasa, bahkan ada seorang bayi yang masih dalam gendongan ibunya. Rombongan inilah, yang pada siangnya, juga bertemu saya di makam Ki Ageng Tarup, yang jaraknya dengan makan Selo hanya disigar oleh jalan raya dan perkampungan.
Setelah melewati pos tempat jurukunci serta rak souvenir, gerbang pertama menuju makam, menyambut dengan warna pintu kelabu. Di balik pintu itu ada aula kecil, tempat para peziarah biasa beristirahat. Di tempat itu pula, dideretkan banyak foto kegiatan, silsilah Ki Ageng Selo, hingga denah kawasan keramat Sela yang hingga kini masih sangat dihormati, sebagai tradisi peninggalan ki ageng.
Melewati pintu kedua (juga warna kelabu) lalu belok ke kanan, itulah jalan menuju makam utama Ki Ageng Selo. Di sisi kiri, sudah ada beberapa nisan terlihat. Mereka pengikut Selo yang setia. Juga ketika memasuki area utama pemakaman, banyak nisan kerabat dan sahabat ki ageng dipusarakan.
Dan, inilah makam Ki Ageng Selo yang legendaris itu. Berada di tengah-tengah, kijing ki ageng ditempatkan di dalam cungkup besar dengan pintu selalu terkunci. Rumah ini, dikelingi teras, yang disediakan untuk peziarah berdzikir, tanpa masuk mendekati pusara.
Ada 12 pilar kayu berukir sebesar lengan, menjadi penyangga rumah nisan Ki Ageng Selo. Warnanya didominasi kelabu, meski berseling dengan kuning emas, serta hijau pupus di pintunya.
Sebagai sebuah tempat berziarah, area inti makam Ki Ageng Selo memang nyaman. Senja itu, selain langit yang mulai menguning, suasana di luar rumah nisan, tampak sangat cerah. Nyaris tidak ada kesan sinup, angker, atau mistik. Semua ditata sangat bersih. Nisan-nisan di luar rumah nisan utama, juga tidak menunjukkan kekunoan.
Para peziarah, terutama anak-anak, juga bebas berlarian, seolah berada di arena bermain. Mereka seperti tidak sedang berada di pemakaman tokoh luhur yang pernah sangat menentukan gerak sejarah, saat ini. Di antara anak-anak yang lalu-lalang, para orangtua berdzikir, tanpa perintang, beradu nyaring dengan lengking anak-anak yang lelarian.(bersambung)