Sementara Sayek diasuh para abdi dalem Kanjeng Ratu, di rumahnya, Kiai Wongso sedang meradang. Kebingungan. Serasa tidak ada pilihan, bagi sang kiai, selain mengencangkan tali batin, bersesirih, tirakat, mencari petunjuk hilangnya Bagus Sayek yang ia kasihi.
Hasilnya? Sebuah petunjuk untuk mencarinya ke pantai selatan. Perjalanan ke selatan, selama 7 hari 7 malam, telah membawa Kiai Wongso bertemu para pertapa, selain melihat jejak kaki anaknya. Tapi ia justru disuruh pulang, dalam perjalanan yang sama, 7 hari 7 malam. Pulang, mengambil nasi sekepal serta jala.
Dengan sekepal nasi dan jala, Bagus Sayek ditemukan sedang bermain-main di dasar laut. Ia diajak pulang, setelah minta izin pada ibu asuhnya, Sang Ratu Pantai Selatan, membawa tiga watu gatheng mainannya. Dan, batu gatheng itulah, yang kemudian dikenal sebagai Cupu Panjala – nama yang mengabadikan proses pencarian Bagus Sayed yang harus dijala.
Sebagai benda keramat, Cupu Panjala memang selalu menjadi magnet bagi banyak orang. Kekeramatannya, membuat setiap tahun, upacara pembukaan kain kafan pembungkusnya, menjadi ritual yang dinantikan.
Setidaknya, hingga kini, sudah tiga kali cupu peramal sakti itu, berpindah tempat. Dusun Mendak Girisubo menjadi saksi, perpindahan itu, sesuai tempat tinggal juru kunci, yang terus diturunkan. Sejak 1957, kuncen dipegang Gantungsiwur Bagus Sayek, atau turun ketujuh dari bocah mandraguna anak angkat Kanjeng Ratu Kidul itu.
Cupu yang terdiri dari Kiai Palang Kinantang, Kiai Semar Kinandhu, serta Kiai Kenthiwiri itu, kini disimpan di rumah Dwijo Sumarto. Dia adalah pewaris ketujuh, dari generasi juru kunci sebelumnya, meski dari garis menantu.
Ritual membuka kafan cupu, saat ini, tidak hanya menjadi hajatan juru kunci dan warga Dusun Mendak. Upacara penuh kesakralan itu, juga telah mendapat pengakuan dari Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat, yang selalu mengirim abdi dalemnya. Itu, yang membuat nilai magis detik-detik membuka mori cupu, semakin kental.
Saat demi saat, adalah kekhusukan yang mendalam, selama upacara itu. Segala yang mistis, serasa bertemu di Dusun Panggang. Tidak ada yang berani sembarangan. Adat membuka kafan cupu juga penuh kesantunan. Malah, tidak hanya juru kunci yang berpuasa, sebelum melihat sasmita yang dikirim benda gaib itu. Mereka yang ingin ujup atau cita-citanya terkabul, ikut pula berpuasa.
Para sesepuh desa, dalam busana adat (biasanya lurik pranakan) memulai upacara dengan kenduri. Lalu, kembul bujana, makan besar bersama-sama. Peziarah, pengunjung, atau siapa saja, wajib makan satu piring untuk dua orang.(*)