Cupu Kiai Panjala-4: Semula, Sasmita Poro Among Tani

oleh -429 Dilihat
oleh

Angin kering bertiup, membawa kabar sunyi. Irama hidup, seolah tak berubah, hanya angin kering itu, yang membuat daun-daun yang sebentar lagi meninggalkan ranting, menari. Selalu seperti itu, nyaris sepanjang musim.

Dan, Desa Girisubo, tak pernah menuntut banyak untuk berubah. Kodrat alam dijalani dengan kesetiaan yang tanpa batas. Desa Girisubo, seperti desa-desa lain di Gunung Kidul, ada pesona purba yang membisu.

Memang, seperti hanya tanah kering yang menawarkan gersang. Itu, jika datang hanya ingin mencari  keindahan alam yang wantah, yang sekadar santapan mata. Tapi tunggu dulu. Apabila datang membawa hati, serta ketajaman batin, Girisubo, juga sama dengan banyak desa di Gunung Kidul, menyimpan pesona mistik yang selalu mengejutkan.

Lihatlah ke sebuah sudut desa. Sebuah sudut tempat menyimpan Cupu Panjala. Penduduk lokal, tidak pernah berani sembarangan jika sudah membicarakannya. Ada tiga cupu yang dikeramatkan; Kiai Semar Kinandu, Kiai Palang Tinantang, serta Kiai Kentiwiri.

Menurut cerita tutur yang diturunkan secara turun-temurun, cupu ini sudah ada sejak tujuh generasi silam. Warga percaya tanpa bertanya, para tetua kampung yang kini mengurus segala upacara adat, adalah generasi ketujuh. Konon, Kanjeng Sunan Kalijaga adalah tokoh yang menitipkan cupu ini, kepada sesepuh desa di masa silam.

Kekeramatan cupu selalu mengundang orang untuk mengaguminya, meski kadang hanya dalam batin. Masyarakat akan semakin banyak datang ke Girisubo, jika pinisepuh desa punya hajat membuka dan mengganti kain kafan cupu tersebut.

Mereka berduyun-duyun, tidak saja datang dari desa-desa di Gunung Kidul. Masyarakat dari tempat-tempat yang jauh, juga tertarik mengikuti upacara pergantian kain kafan tersebut. Sebuah upacara khusuk yang sarat suasana mistik.

Bagi orang-orang desa di Gunung Kidul zaman lampau, kain kafan tiga cupu keramat itu, selalu memberi sasmita hidup. Masyarakat setempat yang agraris, percaya, banyak petunjuk pertanian yang mengalir dari cupu.

Petunjuk itu datang dari gambar-gambar yang muncul, di setiap lembar kain kafan yang dilolosi dari cupu. Memang, kain kafan yang membungkus cupu tidak hanya satu lembar, melainkan berlambar-lembar hingga ratusan helai. Dari setiap lembar itulah, sasmita gaib dinantikan.

Berbagai macam gambar muncul, umumnya ditafsirkan sebagai petunjuk datangnya musim yang berkaitan dengan para petani.  Gambar-gambar tersebut, seolah menjadi arah yang menentukan petani menanam apa, pada musim selanjutnya. Tapi tidak jarang, gambar-gambar yang datang, berupa tokoh-tokoh misalnya pewayangan, atau tokoh-tokoh masa silam.(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.