Pulang ke Kulon Progo, Siti Maryam Bertemu Tokoh Masyarakat dan Politisi PKB

oleh -92 Dilihat
oleh

Siti Maryam baru pulang ke dusun Jombokan, Desa Tawangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo. Bertemu para sesepuh, selain bersilaturahmi dan studi banding, dengan para politisi PKB Kabupaten Kulon Progo.

Banyak yang dibawa oleh Wakil Ketua Dewan Tanfidz DPC PKB Kota Bekasi ini. Salah satunya adalah kunci meraih suara untuk partai. Ia juga bisa memetakan strategi dalam pemenangan Pemilu mendatang.

“Luar biasa PKB Kulon Progo kompak,  mampu menjaring suara dalam Pemilu lalu dan memperoleh lima kursi di DPRD, ” terangnya usai berbagi ilmu dengan sahabat-sahabatnya sesama aktivis perempuan di lingkungan PKB.

Salah satu kunci keberhasilan itu, menurut Siti Maryam, selain karena kekompakan, juga dukungan warga nahdliyyin. “Dukungan kaum nahdliyyin menjadi kunci untuk mencapai sukses. Di Bekasi kami masih harus berusaha menyatukan berbagai komponen warga bintang sembilan,” jelasnya.

Siti Maryam yang juga Ketua Dewan Penasehat Perantau Kulon Progo di Bekasi (PKPB) ini, semakin bahagia saat pulang kampung, karena bisa bertemu dengan para sesepuh. Termasuk bertemu Mbak Kemat atau orang-orang di Jombokan familier menyapanya dengan sebutan Lek Kemat. Ini adalah tokoh kawakan dalam soal kemasyarakatan.

“Dari beliau, saya mendapat ilmu bagaimana mengorganisir anak-anak muda dan masyarakat secara luas. Ilmunya banyak,” kata Siti Maryam tentang pertemuannya dengan Lek Kemat yang hingga saat ini, masih tetap terpandang sebagai tokoh masyarakat Jombokan.

Secara khusus Mbah Kemat juga bercerita soal perjuangannya saat masih menjadi perantau di Jakarta. Satu yang menjadi kunci kesuksesannya adalah semangat untuk tidak kenal lelah. Termasuk dalam membantu sesama warga Kulon Progo.

Pesan itu, menjadi catatan penting bagi Siti Maryam. Sebagai perantau, ia juga sudah sejak awal, tertarik membantu mereka yang berkesusahan. Terutama dalam soal pendidikan anak-anak. Itulah, yang sejak lebih dari 15 tahun silam, Siti Maryam mendirikan lembaga pendidikan.

Menjadi pengajar memang cita-cita kecilnya. Maka sejak belia, ia sudah berlatih mengajar anak-anak, membaca dan menulis Al Quran. Menginjak madrasah aliyah mengajar majelis taklim di kampung-kampung. Setamat pendidikan tinggi, kegemaran mengajar tetap melekat hingga kini.

Selepas sekolah dasar (SD) tahun 1982, Muhammad Salim, orangtuanya mengantarkan ke Pendidikan Islam El Nur El Kasysyaf (PINK) Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Masuk pesantren tidak langsung diterima, harus mengikuti pelajaran tambahan setahun untuk menyelaraskan ilmu SD dan madrasah. Baru tahun kedua resmi diterima sebagai santri.

Selama di pesantren hingga menamatkan pendidikan tinggi di Institut Agama Islam Shalahuddin Al Ayyubi (Inisa) di kampus yang sama. Maryam terus mengajar hingga menjalani rumah tangga, bahkan ketika kedua anaknya berangkat remaja dan dewasa. Belajar dan mengajar  sudah menyatu menjadi jiwa yang tidak terpisahkan. “Belajar itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat, dari sejak lahir hingga akhir hayat,” katanya setiap kali menyampaikan mauidhoh hasanah dalam setiap taklim yang dilakukan.

Selain mengajar klasikal, belajar di kelas di sekolah formal dan informal. Mengajar juga di masyarakat, di masjid, mushala dan majelis taklim. Lebih dari itu mengajar di masyarakat melalui taushiyah, menjadi daiyah hingga ke pelosok kampung.

Aktivitasnya yang setumpuk masih ditambah mengurus organisasi di lingkungan pendidikan. Himpunan PAUD Indonesia (Himpaudi), Ikatan Guru Taman Kanak-kanak (IGTK), Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI). Di organisasi kemasyarakatan menjadi pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama, Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT). Di organisasi politik menjadi pengurus Perempuan Partai  Kebangkitan Bangsa (PPKB) setelah diminta menjadi calon anggota legislatif mewakili PKB Kota Bekasi.(mg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.