Di Samigaluh, dengan sekuat tenaga seniman Rodat, bertahan hidup. Melawan peradaban, kesenian religius ini, memiliki penggemar tersendiri, sehingga meski hidupnya tidak terlalu moncer, tapi mampu tetap eksis.
“Seni Rodat atau Trengganon, meniko ing Kulon Progo namung wonten ing Samigaluh lan Kalibawang. Kadhos dene ing Pengasih njih wonten nanging sampun ganti jeneng, nopo niko jenengenge,” ungkap Sutrisno, kakek berusia 71 tahun yang menjadi sesepuh Seni Religi Rodat.
Mbah Tris yang asli Banjaran, Banjararum, Kalibawang, Kulon Progo ini mengaku, untuk melestarikan dan mengembangkan Rodat gampang-gampang susah. Gampangnya siapapun bisa, susahnya untuk mencari penerus itu yang sangat sulit. Saat ini, anak muda sudah sulit untuk mengikuti gerakan-gerakan yang dimainkan.
Kesenian Rodat atau Trengganon, terutama di wilayah Kulon Progo, sejatinya bukan hanya untuk hiburan. Tapi ada nilai pelestari budaya. Sebab, konon Rodat mengandung cerita yang berisi ajarkan agama. Ini merupakan bagian dari alat syiar Islam melalui seni tari.(yad)