Mlaku-mlaku nang alun-alun Wates, jian renes. Sudaha sejak menjelang petang, penjaja mobil-mobilan warna warni, lampu yang mulai menerangi kota, terasa hidup. Juga, mawerno-werno panganan. Inuk-inuk pokokmen. Dijamin betah, opo meneh malem libur koyo dino iki.
Anak-anak Balita bermain motor-motoran, menambah meriahnya hari yang beranjak malam. Pedagang kaki lima berjejer menawarkan dagangannya. Selalu seperti itu, tak ubahnya festival kerakyatan.
Gambaran menyenangkan di salah satu sudut Kota Wates itu, menandakan Kulon Progo mulai menggeliat. Alun-alun, menjadi pusat berkumpulnya warga untuk melepas penat setelah seharian bekerja.
Kota Wates, ibukota kabupaten terbarat di wilayah DIY ini, memang sedang bergairah. Kota yang beberapa tahun belakangan menjadi buah bibir, seiring beroperasinya bandara baru di kawasan pesisir selatan Glagah. Bandara berkelas dunia itu, tentu akan menyulap kota menjadi kota internasional.
Saat ini saja, Kulon Progo sudah terasa berbeda. Dan, Wates, walaupun kota kecil, mempunyai distinasi wisata kuliner yang komplet. Bisnis pengganjal perut ini menjamur. Hampir di semua sudut kota banyak ditemui tempat nongkrong, mulai yang bergaya lesehan maupun semi restoran dengan harga pelajar.
“Harga di sini murah-murah. Enak, mak nyes,” tutur karyawan di salah satu sekolah menengah sambil menirukan adegan pembawa acara kuliner di salah satu tv swasta.
Toko-toko maupun swalayan berkembang pesat bak semut menyerbu gula. Padahal di tahun 90an, masih sangat banyak ditemukan orang bercocok tanam. Kini, penggarap sawah menyusut, setelah persawahan berkurang diganti bangunan.
Universitas juga bermunculan. Jika dulu hanya ada IKIP PGRI, kini UNY, UAD, Janabadra, semua mendirikan gedung di Wates. Bahkan, menurut sumber yang dapat dipercaya akan dibangun kampus UGM di sekitar pusat kota Wates. Universitas negeri tertua dan yang terbesar di indonesia itu, telah melakukan pembebasan tanah.
Di sudut lain, terminal kota yang dulu menjadi ikon anak karena banyak yang bergerombol menanti angkutan, kini sepi. Nyaris semua pelajar, sudah memiliki motor sendiri. Pemandangan pelajar beriringan naik sepeda ontel juga tidak ada lagi.
Inilah gambaran sepintas Kota Wates, kota kecil yang dulunya terasa asing, mendadak tersohor seiring dibangunnya bandara baru yang kelak akan merubah kehidupan masyarakatnya. (priyo)