Komunitas Lima Gunung-2: Lucunya Wayang Gunung Ciptaan Sujono

oleh -153 Dilihat
oleh
Liputan oleh               : djoutomo
Ditulis ulang oleh        : djoutomo

Hari itu, Ki Dalang Sih Agung Prasetyo, menyudahi pementasan Wayang Gunung di panggung rutin Mocopat Syafaat yang dikelola Emha Ainun Najib, dengan ucapan, Wasalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Cak Nun seketika beranjak dari tempat bersila di antara para pemain musik, Kiai Kanjeng. Ia seperti berebut mikrofon dengan Sutanto Mendut, inspirator utama Komunitas Lima Gunung, yang bersiap pidato, usai pementasan wayang dengan lakon  Pemilihan Ora Umum.

Ehma mengapresiasi suguhan wayang kontemporer dengan durasi pendek yang dimainkan Sih Agung yang juga seorang guru di satu sekolah swasta di Kota Magelang itu. Sepanjang pementasan, gelak tawa seakan tiada henti mewarnai ribuan orang yang hadir dalam pengajian Maiyahan Mocopat Syafaat. Pengajian berlangsung di kompleks Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu “Alhamdulillah” Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, malam itu.

“Malam ini kita semua bergembira menikmati pementasan. Ini terjadi karena jamaah memberikan air yang melimpah sehingga Pak Dalang bisa bebas berenang sepuasnya di samudra Maiyahan ini,” katanya.

Wayang Gunung ciptaan Sujono pada pertengahan 2013. Dia satu di antara sejumlah petinggi komunitas seniman petani yang meliputi Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah itu. Dia tinggal di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, memimpin seniman petani setempat dalam Sanggar Saujana Keron. Hingga saat ini, sedikitnya 20 wayang serangga telah dia buat dengan nama-nama khas satwa yang disebut setiap hari oleh warga setempat.

Bentuk wayang itu, berupa ragam serangga yang hingga saat ini masih dijumpai di kawasan pertanian desa di antara Gunung Merapi dengan Merbabu. Setiap wayang dibuat dari bahan utama fiber, bersungging dengan cat warna-warni secara detail melalui sapuan kanvas, sehingga menggambarkan karakter setiap serangga. Sujono juga hadir dalam pementasan komunitas di acara Mocopat Syafaat malam itu dan mendapat sejenak waktu mengisahkan karyanya kepada jamaah.

Malam itu, Dalang Sih Agung memainkan beberapa Wayang Gunung dalam pementasan selama sekitar 15 menit. Ranpa iringan langsung gamelan maupun tembang dari sinden,  pementasan hanya berhias gedebok dengan panjang sekitar dua meter menjadi tempat untuk menancapkan setiap wayang.

Bunyi musik dari berbagai alat gamelan dilantunkan langsung oleh dalang yang berpakaian adat Jawa. Suguhan musik gamelan dari mulutnya itu pun, juga menyulut terus menerus “ger-geran” jamaah yang umumnya kalangan muda.

“‘Dalang e nganti serak-serak yo mung disuguhi Aqua gelas karo Cak Nun’,” katanya dalam bahasa Jawa yang maksudnya dalang hanya diberi air mineral ukuran gelas oleh Cak Nun.

Satu demi satu, sejumlah wayang ditancapkan sang dalang di gedebok. Dia ceritakan dengan lucu setiap karakter wayang serangga melalui dialog di antara satwa itu.

Serangga bernama “kutis” pemakan kotoran, “semut ngangkrang” pemakan “tlutuh” atau getah pohon, “kinjeng maling” pemakan temannya sendiri, “tenggik” pemakan daun “awar-awar”, “kwawung” pemakan bunga kelapa, walang pemakan daun padi, rayap pemakan kayu pohon yang mati, dan nyamuk pengisap darah.

Ketika bercerita tentang kebiasaan rayap, Sang Dalang menggunakan dialek Jawa Banyumasan.  “‘Aku lemut, mangane getih. Aku seneng getih koruptor. Nek getih e ustadz karo Cak Nun ora doyan. Wegah, pahit,” kata dalang Sih Agung saat bercerita tentang karakter wayang nyamuk dalam perkenalan dengan wayang lainnya.

Segelas kopi kemudian disodorkan seseorang dari belakang. Sih Agung melihat kopi panas itu lalu menyebulnya, namun tidak meminum kopi itu, meskipun hanya seseruput. “Wah nyuguhi kopi wae yo panas e kemutuk. Kangge Cak Nun mawon monggo, pun kulo suwuk kok,” katanya sambil menggeser letak segelas kopi panas itu ke belakangnya lebih jauh lagi. Ucapan itu pun, membuat jamaah terpingkal-pingkal lagi.(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.