Ki Ageng Pemanahan-4: Cucu Sekaligus Murid Ki Ageng Selo

oleh -533 Dilihat
oleh

Ki Ageng Pamanahan ya Kyai Hageng Pemanahan ya Ki Gede Mataram. Inilah nama besar yang muncul dalam sejarah Keraton Mataram.

Nama Pemahanan sehebat dua sahabatnya, Ki Ageng Panjawi. Juga, Ki Ageng Jurumertani sebagai perancang banyak kemenangannya, termasuk memusnahkan Arya Penangsang sehingga memuluskan jalan Joko Tingkir bertahta di Pajang.

Ki Ageng Pemahanan mendapat hadiah Alas Menthaok yang dengan ketekunan dibentuk menjadi Mataram, sebuah kerajaan besar setelah Pajang surut. Hadiah yang kemudian menjadi tanah perdikan itu, diberikan Sultan Pajang karena jasanya memusnahkan Arya Penangsang, musuh bebuyutan Jaka Tingkir.

Hubungan kekerabatan Pemahanan dengan Ki Ageng Selo, sangat dekat. Sebab ia adalah cucu Ki Ageng penangkap petir itu. Pemanahan adalah putra Ki Ageng Ngenis, bungsu dan satu-satunya putra laki-laki Ki Ageng Selo yang selanjutnya menjadi tetua di kawasan Laweyan Solo sehingga sering disebut Ki Ageng Laweyan.

Darah Selo semakin lekat, karena Pemanahan menikahi sepupunya sendiri, sesama cucu Ki Ageng Selo. Sang istri (beberapa versi menyebut namanya Nyai Sabinah) adalah putri Nyai Ageng Saba yang tak lain adalah kakak Ki Ageng Ngenis.

Sebagai cucu sekaligus murid Ki Ageng Selo, Pemanahan menyerap ilmu dan kesaktian kakeknya bersama Ki Panjawi. Selanjutnya, ditambah kehadiran Ki Ageng Jurumertani yang juga trah Selo, mereka mengabdi pada Keraton Pajang.

Tiga serangkai itu, dianggap sebagai kakak oleh Sultan Pajang, Hadiwjaya yang juga dikenal menjadi murid Sela. Posisi trio Pemanahan, Juru Mertani, dan Panjawi, adalah Wiratama Pajang yang masyur.

Tonggak hidup Pemanahan yang menjadi momentum sejarah adalah saat berhasil membinasakan Arya Penangsang, seteru Hadiwijaya. Seperti banyak diketahui publik, Hadiwijaya dan Penangsang, telah lama terlibat perang dingin, dalam memperebutkan pengaruhnya di Keraton Demak. Perpecehan kian runcing, setelah Sultan Trenggana mangkat tahun 1546.

Kegentingan menjadi-jadi setelah Prawata dibunuh Penangsang. Begitu juga Pangeran Hadiri, tewas meninggalkan luka mendalam bagi sang istri; Ratu Kalinyamat, yang kemudian bersumpah, akan bertapa tanpa busana sepanjang masa di Gunung Danaraja, sebelum Penangsang pralaya.

Kesumat itulah, yang selanjutnya, menyeret Hadiwijaya yang di masa muda popular sebagai Jaka Tingkir, masuk dalam pusaran konflik lebih dalam. Namun sebagai sesama kerabat Demak, Hadiwijaya merasa tidak pantas tampil memerangi Penangsang secara terang. Ia memilih siasat membuat perlombaan dengan hadiah tanah perdikan; Pati dan Menthaok.(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.