Umat Islam di pesisir utara Jawa, terutama Semarang, mengenalnya sebagai Kiai Shaleh Darat. Ulama terkemuka yang sangat kharismatik sebagai guru bagi tokoh-tokoh masyur.
Tokoh-tokoh kondang yang pernah berguru pada Kiai Shaleh Darat antara lain KH.Hasyim Asy’ari, pendiri Jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU) dan sosok sentral dalam ponpes Tebuireng. Lalu, pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, serta pahlawan emansipasi Raden Ajeng Kartini.
Hingga kini, pusaranya di kompleks pemakaman umum Bergota Semarang, tak pernah sepi peziarah. Sementara bacaan Kitab Suci Al Qur’an, sholawatan dan dzikir, tak pernah putus.
Bersama itu, makam yang tertata rapi, juga tak pernah senyap dari perbincangan. Sebab, Kiai Shaleh Darat, memang ulama yang selalu menarik didiskusikan. Juga, setiap tanggal 10 Muharam, saat diadakan Khaul memperingati meninggalnya Kiai Sholeh.
Ilmunya tinggi. Itu, dapat dilihat dari karya tulisnya yang monumental. Juga dari jejak santri-santrinya yang sukses sebagai tokoh kampiun. Kiai Hasyim dan Kiai Dahlan, adalah ulama-ulama besar tanah Jawa.
“Kiai Shaleh menulis ilmu Fiqih, aqidah, tasawuf, akhlak. Semua ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami orang awam, yakni dengan bahasa Jawa,” kata juru kunci makam.
Pak juru kunci menceritakan, Kiai Shaleh memiliki nama lengkap Muhammad Shaleh. Lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara. Tahunnya, 1820. Sang ayah juga ulama tenama, KH Umar. Nama ini sangat masyur di masa Perang Jawa yang dikobarkan oleh Pengeran Diponegoro.
Latar itulah yang membuat KH Shaleh Darat menjadi rujukan ulama-ulama besar. Tradisi dari putra ulama adalah menimba ilmu sebanyak mungkin pada sebanyak mungkin masysyaikh kondang atau kiai yang berderajat sebagai guru spiritual atau rohani. (bersambung)