Jumat Pon, Saatnya Sowan Panembahan Senapati (8-tamat)

oleh -163 Dilihat
oleh

Selain watu gilang, peninggalan yang juga keramat adalah keajaiban Watu Gatheng. Inilah batu yang menjadi bahan permainan Raden Ronggo. Anak nakal yang sakti itu, dipercaya buah cinta Panembahan Senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul.

Dalam cerita tutur, Ronggo adalah anak nakal tapi memiliki keampuhan yang diwariskan dari ibunya. Salah satu mainannya adalah tiga batu berbentuk bola. Ketiganya sangat berat untuk ukuran manusia, tapi Raden Ronggo justru bermain dengan batu ini untuk dilempar-lemparkan.

Nama Watu Gatheng, karena batu ini dimainkan oleh Raden Ronggo dengan cara dilempar-lemparkan (dalam bahasa Jawa disebut bermain Gatheng). Watu Gatheng sendiri merupakan hal yang cukup menakjubkan. Bola batu karsit berwarna kuning yang berat tersebut digunakan sebagai permainan Gatheng.

Permainan Gatheng memang dilakukan seperti bermain bola Bekel. Batu dilempar ke atas kemudian ditangkap kembali. Ada 3 buah bola, sebuah berukuran agak kecil berdiameter 15 cm dan dua buah berukuran besar berdiameter 27 cm dan 31 cm. Karena kesaktiannya inilah Raden Ronggo mampu menjadikan bola-bola batu ini sebagai mainan.

Ki Juru Mertani (orang penting di dekat Panembahan Senopati) minta pada Ronggo untuk tidak berbuat sewenang-wenang. Tapi Raden Ronggo malah melubangi gentong batu milik pamannya memakai jarinya.

Larangan itu membuat kesal sehingga mengeluarkan sumpah, anak pamannya itu akan kithing (cacat). Dan benar. Ternyata sumpahnya menjadi kenyataan, Patih Mandaraka (nama Juru Mertani setelah jadi patih) mempunyai anak yang tangannya kithing dan diberi julukan Ki Ageng Kithing.

Raden Ronggo memang sakti. Suatu hari ia bermain-main dengan dengan tangan ayahnya. Tanpa sengaja ia menyakiti tangan ayahnya.

Seketika itu juga secara refleks Panembahan Senopati mengibaskan tangannya hingga Raden Ronggo terlempar jauh keluar menembus tembok keraton. Reruntuhan tembok itu masih terlihat di gang Sentosa, 100 m di sebelah utara Watu Gatheng. Penduduk sekitar menyebutnya mbedahan.

Sementara itu, versi lain menyebutkan Watu Gatheng adalah peluru meriam berukuran besar yang bernama Pancawura yang berada di Pagelaran Kraton Surakarta.

Meriam Pancawura ini dulu hendak dibawa ke Batavia untuk menyerang VOC ketika Mataram dalam pemerintahan Sultan Agung, namun karena prasarana yang kurang akhirnya urung.(*)

Response (1)

  1. Wonderful site you have here but I was wanting to know if
    you knew of any message boards that cover the same topics talked about in this article?
    I’d really like to be a part of community where I can get responses
    from other knowledgeable individuals that share the same interest.
    If you have any suggestions, please let me know.
    Appreciate it!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.