Hari Ini, Tepat 69 Tahun Meninggalnya Chairil Anwar

oleh -223 Dilihat
oleh

Hari Ini, 28 April 2018. Tepat 69 tahun silam, penyair nomor satu Indonesia, Chairil Anwar meninggal. Hari itu, empat tahun setelah Indonesia Merdeka, 28 April 1949, sastrawan Angkatan 45 ini, pulang dalam usia muda.

Perjalanan hidup Chairil Anwar memang terasa singkat. Usianya baru 27 tahun, saat menghembuskan nafas terakhir di RS CBZ atau RS Cipto Mangunkusumo.  Konon, banyak penyakit yang diidap: paru-paru, TBS, usus pecah, dan tifus saat masuk rumah sakit.

Lahir di Medan, Sumatera Utara, Chairil adalah anak Bupati Inderagiri, Riau. Tanggal lahirnya 26 Juli 1922. Orangtuanya, Toeloes dan Soleha bercerai yang membuatnya memutuskan pindah ke Batavia tahun 1940. Ia meninggalkan Medan bersama sang ibu.

Orangtua Chairil adalah tokoh-tokoh dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Dari sana, ia memiliki hubungan kerabat dengan Perdana Menteri Pertama Indonesia, Soetan Sjahrir. Setelah rampung sekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS), Chairil Anwar meneruskan di MULO atau Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs. Tapi tak lulus.

Hidupnya sudah dramatis sejak itu. Sekolahnya tidak selesai, orangtuanya bercerai, lalu terpaksa pindah ke Batavia. Dan, di kota terbesar Hindia Belana inilah, kepenyairan Chairil Anwar mulai bersemi. Puisi pertamanya dipublikasikan dua tahun setelah menetap di Batavia. Selanjutnya, karya-karya anak tunggal yang bengal ini mengalir, meski tidak semua dipublikasikan.

Benar. Tidak semua puisi Chairil Anwar muncul di publik. Sebab, saat itu, tulisannya dipandang nyleneh dan menyalahi semangat zaman. Setidaknya, itu alasan Pandji Poestaka menolak puisi-puisi yang dikirimkan Chairil Anwar.

Pada tahun 1942, saat puisi pertamanya terbit, seperti ada duka yang terpendam. Puisinya kelam. Berisi kematian, seolah ingin menggabarkan usianya yang tak panjang. Dan benar, setelah melahirkan 94 karya, Chairil Anwar meninggal tujuh tahun kemudian. Tujuh tahun sejak ia menuliskan puisi-puisi kematiannya.

Tentang terawang kematiannya, pernah disebut oleh A Teeuw,  seorang kritikus sastra Indonesia berkebangsaan Belanda yang menelaah puisi-puisi kelam Chairil Anwar.   Teeuw  mengatakan,  Chairil telah menyadari akan mati muda. Setidaknya, seperti tertulis dalam puisi Yang Terampas dan Yang Putus.

Sebelum menghembuskan nafas terakhir, tokoh sastra yang sering dijuluki si Binatang Jalang ini, masih melahirkan karya sendu, Cemara Menderai Sampai Jauh. Setelah itu, ia pergi meninggalkan jajak panjang kepenyairannya. Usia boleh pendek, tapi namanya, dikenang sepanjang masa. Di Karet Bivak, Jakarta Pusat, pusaranya tak pernah sepi, setiap hari. Selalu ada yang berziarah di sana. Juga hari ini, 69 tahun kepergiannya.(kib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.