Ngoro-oro ini, sepi setiap hari. Hanya sesekali kawasan di dekat makam sesepuh pedukuhan Kanoman, Banjararum, Kalibawang, Kulon Progo itu ada aktivitas. Tapi hari ini, Ahad Kliwon, 16 Dulkaidah atau penanggapan Masehi, 29 Juli 2018, suasana meriah terjadi.
Lebih dari 100 kepala keluarga sengaja datang ke ngoro-oro dengan membawa makanan berupa Ketupat dan pelas. Sementara itu, terlihat pula beberapa orang dari luar pedukuhan yang tertarik melihat upacara adat Baritan ini.
“Semangat kegotong royongan jangan sampai pudar. Wahana alam dengan adat Baritan ini merupakan nilai-nilai budaya di dusun. Agar bisa terjaga, kegiatan ini sebagai ajang silaturahmi,” kata Sarwidi, salah satu panitia penyelenggara yang juga anggota BPD.
Sarwidi berharap Baritan bisa diuri-uri, sebab merupakan adicara warisan leluhur yang adiluhung. Tidak ada salahnya dilestarkan agar anak cucu bisa memahami makna di balik Baritan yang digelar setiap tahunnya.
Digelarnya Baritan di Ngoro-oro Dusun Kanoman, diapresiasi oleh Ir. Maman Sugiri, Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo. Apalagi, kegiatan ini dimotori para pemuda.
Menurutnya, upacara adat ini mempunyai nilai positif. Kelak, tambah Maman Sugiri, dengan hadirnya Bandara di Kulo Progo, dusun-dusun akan maju, jangan sampai petani hanya jadi penonton, namun harus jadi pelaku.
Sementara itu, Suparjono sesepuh dusun mengaku terharu, karena baritan yang menjadi salah satu budaya warisan nenek moyang warga Kanoman, masih bisa dilaksanakan. Waktu pelaksanaan, biasanya setelah Selasa Kliwon habis panen.
Bertempat di bulak Kanoman, Baritan hanya dilakuakn sekali karena memang dalam setahun hanya panen sekali. Ini semua niat dan tujuannya untuk mengucap terimaksih kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan berupa padi. Lalu, meminta doa agar semua yang hidup di pedukuhan Kanoman dan sekitarnya diberi keselamatan.
Dalam upacara adat Baritan ini terlihat seorang turis asing. Nama Ema, berusia 25 tahun dan Mikael yang berusia 28 tahun. Mereka adalah warga negara Swis, yang terlihat kagum dengan hajatan desa setahun sekali itu.
Menurut pemandunya mereka kagum, karena di zaman sekarang masih ada acara yang di negaranya tidak ada. Dia senang melihatnya. Dua turis asing itu, menyempatkan berhenti saat lewat dusun Kanoman, karena melihat ada arak-arakan.(yad)