Cupu Kiai Panjala-3: Ada Keriuhan yang Bagai Gemrenggeng Mistik

oleh -192 Dilihat
oleh

Semakin sore, keramaian bertambah nyata. Orang-orang sudah berdatangan, sementara yang menyiapkan upacara, juga kian khusuk.

Hari itu, saat saya ikut mengarus bersama ribuan orang, adalah bulan Oktober 2013. Rumah keluarga juru kunci Dwijo Sumarto, yang berderet memanjang, sudah dipenuhi keluarga besar Kiai Sayek.

Sedang di rumah utama, yang berada di ujung dekat benteng bukit batu berukir, persiapan upacara sudah selesai. Tikar telah dibentangkan. Gedek (anyaman bambu) setinggi 50 cm, juga sudah ditangkupkan, membuat kotak, mengikuti empat soko di rumah Mbah Dwijo. Di tempat itulah, upacara membuka cupu Kiai Panjala dilakukan.

Berada di dalam rumah induk ini, suasana terasa adem, meski keriuhan sangat tampak di luaran. Suara orang saling bercakap, dalam pendengaran saya, bagai dengung ribuan lebah. Kalimat yang beradu dengan kalimat lain, terasa mantra yang membuat ayem. Saya tidak mendengarkan sebagai sebuah kebisingan, melainkan gemrenggeng yang mistik.

Rumah itu, rumah tempat Kiai Panjala berdiam, adalah rumah gaya limasan, meski sangat sederhana. Atapnya tidak terlalu tinggi. Tapi jangan pernah membayangkan, agak kegerahan berada di bawah atap itu. Angin bahkan bebas menerobos karena dinding kayu jati dan anyaman bambu, tak menghalanginya.

Di ruang depan, adalah tempat tetamu bertemu dengan juru kunci, sementara di ruangan kedua, adalah gandok dengan sentong kiwo-tengen. Ada di paling belakang, di sanalah Kiai Panjala sehari-hari ditempatkan.

Di depannya, dibatasi pintu dengan kaca yang tidak terlalu lebar (kaca ini bisa untuk mengintip Kiai Panjala yang tidak pernah dikeluarkan, selain upacara penggantian mori, setahun sekali).

Pada hari-hari biasa, di luar mangsa labuh (bulan September, Oktober, November) di depan kamar penyimanan Kiai Panjala, ada padupan, tempat membakar kemenyan yang semakin hari kian bertambah tinggi.

Jelaga hitam serta sisa lelehan kemenyan, membentuk punden yang mistik. Di sisi kanan, biasanya ada pisang raja satu sisir. Di sanalah, sang juru kunci, selalu memenuhi warga yang datang untuk mendulang keberkahan, lewat perantara Kiai Panjala.(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.