Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menerima laskar santri yang melakukan longmarch Ciamis-JaKarta, Senin siang, 30 Juli 2018.
Peserta longmarch menamakan diri laskar santri itu, mendukung dan membentangkan spanduk Cak Imin Wapres Harga Mati. Saat menerima para santri, Muhaimin Iskandar terlihat sangat terharu. Apalagi ketika menerima bendera dan pataka. Beberapa kali, ia tampak menyeka air mata tanda bahagia dan berjanji akan memperjuangkan amanah yang sudah diterimanya.
Melihat pemandangan itu, Siti Maryam bersyukur bisa berada di antara para peserta longmarch sehingga dapat turut menjadi pendukung Cak Imin. ,”Saya bangga menjadi bagian dari proses ini. Proses mengantarkan Cak Imin sebagai Wapres,” katanya.
Bagi dirinya, lanjut Siti Maryam, ikut menyambut peserta longmarch dari Ciamis, bisa menjadi proses belajar sekaligus proses pendewasaan dalam berpolitik. “Bagi saya menjadi proses belajar dan terus belajar karena hakikatnya belajar tidak pernah berhenti,” jelasnya.
Siti Maryam memang seperti tak pernah berhenti belajar. Proses politik yang sedang ia pelajari adalah bagian dari belajar yang terus dilakukan. Sebagai tokoh perempuan Kota Bekasi, Siti Maryam memang tak pernah lepas dari belajar dan mengajar.
Siti Maryam adalah tokoh Bekasi yang mumpuni. Ia memiliki banyak pengalaman dengan wilayah pengabdian yang luas. Terutama di bidang pendidikan usia dini. Sebab, sudah sejak belia, Siti Maryam menggantungkan cita-citanya sebagai pengajar.
Benar. Siti Maryam memang sudah mengajar sejak masa remaja. Saat itu, ia masih duduk di bangku madrasah tsanawiyah. Sejak belia, ia sudah berlatih mengajar anak-anak, membaca dan menulis Al Quran. Menginjak madrasah aliyah mengajar majelis taklim di kampung-kampung. Setamat pendidikan tinggi, kegemaran mengajar tetap melekat hingga kini.
Selepas sekolah dasar (SD) tahun 1982, Muhammad Salim, orangtuanya mengantarkan ke Pendidikan Islam El Nur El Kasysyaf (PINK) Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Masuk pesantren tidak langsung diterima, harus mengikuti pelajaran tambahan setahun untuk menyelaraskan ilmu SD dan madrasah. Baru tahun kedua resmi diterima sebagai santri.
Selama di pesantren hingga menamatkan pendidikan tinggi di Institut Agama Islam Shalahuddin Al Ayyubi (Inisa) di kampus yang sama. Maryam terus mengajar hingga menjalani rumah tangga, bahkan ketika kedua anaknya berangkat remaja dan dewasa. Belajar dan mengajar sudah menyatu menjadi jiwa yang tidak terpisahkan. “Belajar itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat, dari sejak lahir hingga akhir hayat,” katanya setiap kali menyampaikan mauidhoh hasanah dalam setiap taklim yang dilakukan.
Selain mengajar klasikal, belajar di kelas di sekolah formal dan informal. Mengajar juga di masyarakat, di masjid, mushala dan majelis taklim. Lebih dari itu mengajar di masyarakat melalui taushiyah, menjadi daiyah hingga ke pelosok kampung.
Aktivitasnya yang setumpuk masih ditambah mengurus organisasi di lingkungan pendidikan. Himpunan PAUD Indonesia (Himpaudi), Ikatan Guru Taman Kanak-kanak (IGTK), Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI). Di organisasi kemasyarakatan menjadi pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama, Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT). Di organisasi politik menjadi pengurus Perempuan Partai Kebangkitan Bangsa (PPKB) setelah diminta menjadi calon anggota legislatif mewakili PKB Kota Bekasi.
Pendidikan sudah menjadi nafas sehingga di manapun berada belajar dan mengajar tidak dapat dipisahkan. Dalam pandangannya pendidikan merupakan inti kehidupan manusia di dunia. Melalui pendidikan orang memiliki jatidiri, membangun karakter dan menjadikan manusia seutuhnya. Manusia yang sesuai fitrahnya sebagai khalifah fil ardh, manusia yang mengemban amanah menjadi pemimpin di dunia.
Ketika memasuki usia 40 di tahun 2010, makin memantapkan pendidikan dan dakwah jadi pilihan hidup. Lembaga pendidikan yang dibangun 15 tahun terakhir menjadi tempat berkiprah, menyiapkan generasi yang lebih baik. Terlebih bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, pendidikan murah tidak berarti murahan.(MG)