Semarang,KABARNO.Com -Pakar ekonomi dari Universitas Diponegoro, Akhmad Syakir Kurnia, mengingatkan bahwa ketahanan ekonomi harus dibangun dari kapasitas struktural. Pihaknya menyoroti lemahnya serapan anggaran belanja modal hanya 37,17% pada September 2024 sebagai bukti eksekusi yang belum optimal. “Surplus APBD bukan prestasi, tapi cermin dari belum bergeraknya sektor riil,” tegasnya dalam diskusi interaktif yang digelar Forum Wartawan Pemprov dan DPRD Jateng bersama Bank Jateng, Rabu (16/07/2025).
Dia juga menyoroti kemiskinan pedesaan yang masih di angka 10,45%, serta perlunya penguatan layanan dasar yang merata dan responsif di seluruh wilayah
Sejalan dengan itu, Prof. Syakir menyarankan agar investasi yang masuk tak hanya berorientasi pada modal, tetapi juga menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar.
“Syukurnya, investasi triwulan I 2025 tumbuh 18 persen, didominasi PMA. Harapannya tren ini terus berlanjut dan memperkuat ketahanan ekonomi di tengah guncangan global,”ungkapnya.
Meski begitu, dengan 136 program unggulan yang sudah disiapkan hingga 2045 dari pembangunan 1.000 desa wisata hingga digitalisasi pasar tradisional Jawa Tengah menegaskan komitmennya menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional yang berintegritas, berkelanjutan, dan inklusif.
Sementara itu, Ketua Tim Percepatan Pembangunan Daerah Zulkifly menyebutkan, pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus mengakselerasi pembangunan jangka panjang dengan mengusung tiga pilar transformasi utama: ekonomi, tata kelola, dan sosial.
” Melalui forum strategis bertajuk Arah Pembangunan Jawa Tengah 2025–2045, pemprov menegaskan kesiapan daerah dalam menjawab tantangan menuju Indonesia Emas 2045,” ujarnya
Pentingnya Transformasi Menyeluruh
Selain itu, pihaknya menggarisbawahi pentingnya transformasi menyeluruh dalam menghadapi situasi global yang penuh gejolak.
“Kita hidup di masa sableng, dunia serba tak pasti. Pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup. Harus ada ketahanan ekonomi, reformasi tata kelola, dan transformasi sosial yang nyata,” tegasnya
Dalam arah barunya, Pemprov mengusung visi Jateng Sigap (tata kelola adaptif), Jateng Makmur (ekonomi unggulan), dan Jateng Nyaman (transformasi sosial).
” Target pembangunan hingga 2029 antara lain mencakup pertumbuhan ekonomi 7–8 persen, penurunan kemiskinan ke angka 7,13 persen, dan peningkatan PDRB per kapita menjadi Rp78,4 juta.”
Zulkifly menyebutkan, dari sisi kinerja ekonomi Jateng pada triwulan I 2025 tumbuh 4,96% (yoy). Investasi meningkat dengan capaian Rp28,3 triliun dan menyerap lebih dari 91 ribu tenaga kerja. Namun sektor pangan tetap menghadapi tantangan, terutama akibat banjir dan kekeringan yang mengancam sentra produksi.
” Melalui Perda No. 8 Tahun 2024, pemprov memperkuat fokus pada infrastruktur irigasi dan distribusi pupuk demi menjaga ketahanan pangan nasional.”
Pentingnya Kolaborasi
Ketua BPD HIPMI Jateng, Teddy Agung Tirtayadi, menambahkan pentingnya kolaborasi lintas sektor agar Industri Kecil Menengah (IKM) naik kelas.
“IKM itu tangguh, tapi rentan jika bergerak sendiri. Butuh sentra IKM yang kuat, inovatif, dan terhubung dengan industri besar,” katanya.
HIPMI, lanjutnya, telah menjalankan pelatihan digitalisasi, pendampingan IKM kuliner, hingga festival produk lokal.
” Mendorong pembentukan Tim Percepatan Sentra IKM dan event kemitraan tahunan skala provinsi sebagai sarana integrasi dan promosi potensi lokal.”
Anggota Komisi B DPRD Jateng, Ferry Wawan Cahyono, menilai situasi geopolitik global juga menuntut daerah untuk lebih adaptif.
“Amerika kini membagi tekanan ekonominya lewat kebijakan pajak impor. Efeknya terasa hingga ke kita. Dunia usaha di Jateng harus segera buka pasar baru dan mencari strategi bertahan,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya mengembangkan pusat pertumbuhan baru di wilayah selatan Jateng, agar tak lagi bergantung pada kawasan Pantura.(*)