Hari Ini, di Hari Film Nasional, Merindukan Bioskop di Kulon Progo

oleh -222 Dilihat
oleh

Hari ini, adalah Hari Film Nasional. Diperingati setiap tanggal 30 Maret, untuk mengenang syuting pertama film Darah dan Doa yang berkisah tentang peristiwa long march Pasukan Siliwangi ke Jogjakarta. Pengambilan gambar pertama itu, tepat hari ini, 30 Maret, 68 tahun lalu.

Setelah melewati pasang-surut yang penuh warna, perfilman Indonesia, kini sedang berada dalam gairah terbesar, karena semakin banyak film nasional diproduksi. Bersaing dengan industri film Hollywood, Bollywood, dan Mandarin, film Indonesia memiliki pasar tersendiri. Terbukti sejumlah film, merajai jumlah penonton, bahkan melebihi film-film barat.

Lalu, di tengah gairah perfilman itu, penyebaran bioskop-bioskop di tanah air, tak terlalu merata. Sangat banyak kabupaten yang tak memiliki bioskop, sehingga para penikmat film mesti datang ke ibukota provinsi untuk melihat film. Juga masyarakat Kulon Progo.

“Sudah lama tidak nonton film, sejak Mandala Theatre tutup. Dulu nek nonton bareng Kang Yon. Angger film bintange Stallone, van Dame, Chuck Norris, mesti ndelok,” kata Mas Romi seorang penikmat film yang tinggal di salah satu desa di Kulon Progo.

Nek Dik Purwanto, tambah Mas Romi, senengnya nonton film Jet Li. “Haiyo karang ndelok film horor Indonesia ora wani,” tambah Dik Pur dalam sebuah obrolan yang gayeng tentang nostalgia Mandala Theatre.

Begitulah kerinduan masyarakat Kulon Progo bisa menikmati film di bioskop. Kejayaan bioskop yang bernama Mandala Theatre memang sudah lama berlalu. Tapi ingatan tentang satu-satunya gedung film itu, masih terkeman dengan baik. Saat itu, era nostalgi antara 80an hingga awal 90an.

Semua film yang diputar di jaringan bioskop di seluruh Indonesia, ikut diputar di Bioskop Mandala. Hanya bedanya, film-film itu, agak terlambat diputar di Wates, jika di bandingkan di kota-kota besar lain.

Bagi anak-anak sekolah, gedung ini juga menyimpan gudang kenangan tak terlupakan. Sebab, semua anak sekolah dari tempat-tempat yang jauh, di sudut-sudut Kulon Progo, akan dikerahkan nonton film gratis. Itu terjadi setiap memperingati hari Kesaktian Pancasila. Filmnya adalah Pengkhianatan G30S/PKI yang tak kalah melegenda. Biasanya, anak-anak SD akan naik truk dari sekolahan, kemudian turun berloncatan di parkiran bioskop.

Sejarah gedung tua, yang menjadi bagian penanda kota Wates ini, masih agak gelap. Sebab, memang tidak pernah ada yang bisa berkisah secara pasti. Sementara itu, bagi generasi 80an, bangunan ini sudah dikenal sebagai gedung bioskop.

Orang-orang di sekitar bioskop, pernah mengenalnya sebagai Nggedung. Tapi sebutan itu, tidak menjelaskan apa-apa. Orang-orang yang lebih tua, pernah mengengal nama Menoreh  Theatre, sebelum generasi 80an menyebut secara familier sebagai Mandala Theatre.

Memandangi bangunan tusuk sate (jika disusuri dari arah Stasiun Wates) itu, memang banyak sekali kenangan yang terkelupas bersama temboknya yang kusam. Dulu, di atas kanopi di tembok yang tinggi, terpasang poster-poster film yang provokatif.

Bangunan bekas loket sudah tidak ada. Juga trap-trapan menuju dalam bioskop, sudah hilang.  Yang terlihat masih menyisakan kenangan adalah area parkir yang tetap dibiarkan menjadai tempat parkir. Kini, tempat yang telah membesarkan anak-anak muda Wates itu, beralih fungsi menjadi arena futsal.

Mandala Theatre, pada akhirnya, memang harus tergerus kenyataan. Ia hanya tinggal serpihan kenangan yang tersimpan di hati generasi 80an dan awal 90an, sebelum bioskop ini ikut gulung tikar bersama rubuhnya kejayaan perfilman Indonesia.

Dan, kini, ketika film nasional kembali bangkit, Wates belum menyiapkan diri memiliki bangunan bioskop yang lebih menarik. Jaringan bioskop modern, barangkali terlalu mewah dan mahal untuk kantong anak muda Wates. Tapi tak ada salahnya untuk bertanya, kapan wates ono bioskop meneh yo.(stmj)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.