Api Cinta (101): Semua Berubah, Semua Berganti

oleh -149 Dilihat
oleh

 Kabeh berubah. Kabeh ono mangsane. Tidak ada yang tidak berganti. Madsani terus berbicara sedang istri dan anaknya, juga terus mendengarkan. Seperti biasa, Madsani menjadi pendongeng yang menyenangkan kalau sudah cerita sejarah kehidupan leluhurnya.

Sementara itu, malam bertambah gelap. Sesekali terdengar suara kulit kaki ditepuk agak kencang, saat Paidi merasakan nyamuk sudah mulai menyedot darahnya. Suara tepukan itu, ditirukan ibunya yang mengusir nyamuk dari tangannya.

Hanya Madsani sepertinya yang tak digigit nyamuk, atau memang kulit tubuhnya yang tebal, atau justru ia yang sudah mati rasa, karena sudah terbiasa berkawan dengan nyamuk. Tak sekalipun terdengar Madsnani mengeplak kulitnya sendiri pertana tak tahan dengan gigitan nyamuk.

“Hidup memang terus berjalan, bersama perubahan yang juga terus terjadi. Seperti para leluhurmu yang dengan gagah berani menghadapi setiap perubahan zaman, perubahan pemimpin, perubahan perasaan,” Madsani berhenti berkata-kata. Terdengar lincak di samping rumahnya berderit.

Paidi kelewat keras menguap dan mengolet sehingga menimbulkan bunyi berderit di lincak buatan bapaknya yang mulai ringkih. Bunyi itu yang tadi membuat cerita Madsani terputus. Ia merasa, anak dan istrinya mulai bosen dan harus menghentikan dongengnya.

“Yo wis sana tidur kalau sudah ngantuk,” akhirnya, Madsani benar-benar menyudahi dongengnya justru pada kalimat yang belum selesai. Ia tidak ingin memaksakan Paidi mendengar semua yang ingin diceritakan. (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.