Pertengahan Ramadhan ini, Inkubasi Bisnis Outwall Tahap Awal, akan kembali digelar. Digagas oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, program ini, untuk mengurangi pengangguran.
Pelatihan ini diikuti berbagai lembaga dari seluruh tanah air. Sementara itu, dari Bekasi, lembaga yang terlibat adalah Yayasan Uulin Nuhaa. Pesertanya diharapkan kelak bisa menjadi calon-calon wirausahawan yang bukan hanya mengurangi pengangguran tapi sekaligus mampu menciptakan lapangan pekerjaan.
Menurut Siti Maryam, Pendiri Yayasan Uulin Nuhaa, program yang akan digelar adalah pelatihan membuat kerajianan akrilik berbasis ekonomi kreatif. Pesertanya tidak kurang dari 20 orang, didominasi kaum perempuan yang akan mendapatkan bimbingan dan praktek langsung membuat berbagai kerajinan.
Selama empat hari, peserta akan dipandu membuat produk kerajian, lalu diberi solusi cara memasarkannya oleh para kampiun di dunia industri kreatif. Narasumber dan para praktisi akan memberikan ilmu bagaimana berbisnis di era ekonomi kreatif.
“Perempuan harus maju dan mandiri. Nanti, setelah mengikuti bimbingan diharapkan peserta mampu membuka usaha sendiri, menampung tenaga kerja dari masyarakat sekitarnya, ” kata Siti Maryam, tokoh perempuan Kota Bekasi yang sekaigus sebagai penyelenggara kegiatan ini.
Ketua Dewan Penasehat Perantau Kulon Progo di Bekasi (PKPB) ini, memang sangat dekat dengan masyarakat. Apalagi, Siti Maryam juga dikenal secara luas sebagai ustadzah, selain seorang pendidik.
Bagi Siti Maryam, membuat pelatihan kewirausahaan ini, adalah bagian dari langkah nyata membantu masyarakat, terutama dalam soal mengatasi pengangguran. Selama ini, sudah banyak yang ia lakukan, mulai dari melatih anak-anak putus sekolah, hingga membantu membuka peluang bagi para pemilik usaha kecil.
Wakil Ketua Dewan Tanfidz DPC PKB Kota Bekasi ini memang memulai kiprahnya sebagai seorang pendidik. Latar belakangnya sebagai santriwati, juga membuatnya berkiprah di banyak majelis taklim.
Sudah sejak belia, ia sudah berlatih mengajar anak-anak, membaca dan menulis Al Quran. Menginjak madrasah aliyah mengajar majelis taklim di kampung-kampung. Setamat pendidikan tinggi, kegemaran mengajar tetap melekat hingga kini.
Selepas sekolah dasar (SD) tahun 1982, Muhammad Salim, orangtuanya mengantarkan ke Pendidikan Islam El Nur El Kasysyaf (PINK) Tambun, Bekasi, Jawa Barat. Masuk pesantren tidak langsung diterima, harus mengikuti pelajaran tambahan setahun untuk menyelaraskan ilmu SD dan madrasah. Baru tahun kedua resmi diterima sebagai santri.
Selama di pesantren hingga menamatkan pendidikan tinggi di Institut Agama Islam Shalahuddin Al Ayyubi (Inisa) di kampus yang sama. Maryam terus mengajar hingga menjalani rumah tangga, bahkan ketika kedua anaknya berangkat remaja dan dewasa. Belajar dan mengajar sudah menyatu menjadi jiwa yang tidak terpisahkan.
“Belajar itu wajib bagi setiap muslim dan muslimat, dari sejak lahir hingga akhir hayat,” katanya setiap kali menyampaikan mauidhoh hasanah dalam setiap taklim yang dilakukan. (mg)