Aroma wangi menguar, setiap tanggal 16 Agustus. Datang dari kamar yang dulu ditempati Bung Karno saat dibawa ke Rengasdengklok.
Memang. Datang lagi ke Rengasdengklok, yang terbayang kemudian adalah Soekarno-Hatta. Dua proklamator yang mengalami peristiwa dramatis, sehari sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rumah itu sangat bersejarah. Rumah di Rengasdengklok yang menjadi saksi peristiwa di sekitar proklamasi. Kini, tempatnya berdiri, memang bukan asli tempat rumah itu ada di tahun 1945. Sebab, pada 1957, Bung Karno memintanya untuk dipindahkan menjauh dari bibir Citarum.
Rumah itu, saat ini berada 100 meter dari Monumen Kebulatan Tekad. Sedang lokasi rumah lama, tiadk jauh dari monumen. Bung Karno sengaja meminta rumah bersejarah itu dipindah karena tergerus erosi di Sungai Citarum. Lokasi asli tempat rumah itu berdiri, dibangun Monumen Kebulatan Tekad.
Berada di Jalan Sejarah, No 41, RT 1 RW 9, Dusun Kalijaya, Desa Rengasdengklok Utara, Rengasdengklok, Karawang. Rumah tua itu milik keluarga Djiaw Kie Siong.
Kondisinya semakin tua. Sebab, memang tidak banyak yang diubah pada rumah itu. Meski sudah dipindah dari lokasi rumah asli, bahan-bahan rumah tidak banyak diganti. Hanya perabotnya yang diganti, setelah perabot asli dipindahkan ke Museum Sri Baduga Bandung. Itupun tidak semua. Cermin, balai-bale, meja dan foto atau lukisan, masih asli seperti saat Bung Karno dan Bung Hatta singgah di rumah ini.
“Di kamar bekas Bung Karno kadang tercium bau wangi. Saya juga sering bermimpi bertemu dengan Bung Karno,” kata cucu Djiaw Kie Siong bernama Iin yang menunggui rumah itu, suatu kali.
Pada malam-malam keramat, 16 Agustus, rumah itu menjadi lebih mengesankan. Saat itulah, Bung Karno dan Bung Hatta diungsikan dari Jakarta ke Rengasdengklok oleh para pemuda revolusioner.
Meski masih serba sederhana, datang ke rumah ini, yang selalu tergambar adalah wajah-wajah lelah Soekarno-Hatta menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.(odi)