Solusi Anti Corona dari Samigaluh 

oleh -484 Dilihat
oleh

Corona sedang melanda dunia. Kota-kota besar yang berhubungan dengan China, termasuk Jakarta hari Minggu kemarin kesulitan, bahkan hanya untuk mencari masker sebagai salah satu sarana mencegah penularan virus Corona.

Selain masker sebagai perisai diri, beberapa dokter menyarankan untuk selalu mencuci tangan dan hindari berkelompok, selain menjaga kesehatan atau daya tahan tubuh.

Jika kita amati petunjuk para ahli dalam pencegahan virus, hampir dipastikan sulit dilakukan di kota besar seperti Jakarta.

Kebiasaan kita ke mall,  naik kendaraan umum, rumah yang berdekatan, kualitas udara yang kurang baik, suhu dan cuaca yang kacau seperti saat ini, memang rentan untuk virus corona atau virus lainnya.  Apalagi, kabarnya penyebaran virus Corons sudah melewati kasus SARS.

Beruntunglah penduduk yang tinggal di desa-desa. Di  pegunungan maupun di pantai yang masih menjaga lingkungannya. Masih bisa nonton wayang, main ketoprak, dan melestarikan alam.

Secara alami mereka hidup sehat.  Hampir semua petunjuk pencegahan penularan virus corona, sudah menjadi kebiasaan hidup di kampung.

Masyarakat yang tinggal di kampung tidak berkelompok, jarak antar rumahnya jauh,  mereka berjalan kaki menuju ladang dan sawah, kualitas udara sehat , makan tidak berlebih, pola kehidupan tidak rumit  dan mereka bisa “living in harmony”.

Jadi, tinggal di kampung rasanya bisa menjadi solusi anti Corona. Saya jadi teringat mbah Atmo yang hidup dengan sederhana di kampung sehingga tetap sehat dan kuat mengolah lahannya meskipun usianya lebih dari seabad.

Ada penduduk desa saya di Samigaluh Kulon Progo yang bertanya kepada saya tentang heboh virus corona ini. Mereka mendapat informasi melalui televisi maupun medsos, dari yang serius sampai yang menjadikan lelucon.

Karena saya bukan dokter dan ahli penyakit, saya mencoba menjelaskan kepada mereka bahwa virus itu ibaratkan “santet”, tidak akan sampai ke sini sepanjang kita hidup sehat dan rukun seperti sekarang. Itu yang saya katakan, dari pada repot mencari argumentasi ilmiah yang sulit dicerna.

Jadi, sudah saatnya kita berpikir ulang tentang berkehidupan yang tidak mengeksploitasi alam secara tidak bertanggung jawab. Kehidupan di kampung atau di desa harus ditata ulang kembali karena sudah banyak yang dirusak oleh pengaruh modernisasi yang kebablasan.

Kita perlu menjaga dan merawat bumi tempat kita tinggal dengan tanaman kebutuhan sehari-hari dan tanaman ekonomis sambil mendengarkan suara alam dan gending yang menyejukkan kalbu. Hakekat “living in harmony” menjadi harapan untuk mendapatkan hidup yang baik, berkualitas dan berkelanjutan.

Salam dari Samigaluh. Desa yang selalu diselimuti kabut setiap pagi dan sore hari.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.