Ronggowarsito, bangsawan bengal yang kabur dari pesantren milik Kiai Kasan Besari ini, akhirnya tumbuh, menempa diri sebagai sosok yang memiliki ketebalan batin. Mata jiwanya juga mampu menerawang hingga ke generasi masa depan. Dan, ia mulai menjadi pujangga.
Di Keraton Surakarta, Ronggowarsito memulai pengabdiannya dari pangkat Jajar. Sebagai orang yang lahir dan besar di lingkungan keluarga pujangga keraton Surakarta, membuat pergaulan Ronggowarsito amat luas di antara para pujangga.
Karirnya sebagai pujangga ditandai dengan menulis Serat Jayengbaya. Saat itu, ia menjadi mantri carik di Kadipaten Anom. Nama besar Ronggowarsito belum dipakai, melainkan menggunakan sebutan Mas Ngabei Sorotoko.
Lewat Jayengboyo, Bagus Burham menghidupkan tokoh pengangguran bernama Jayengboyo. Namun di balik posisinya yang lontang-lantung, Jayengboyo adalah seorang yang konyol dan lincah bermain-main khayalan tentang pekerjaan.
Dibuka dengan menulis Serat Jayengboyo, berikutnya banyak judul ditulis pada masa-masa berikutnya. Itu, yang mengantarnya tampil sebagai seorang intelektual, yang handal. Ronggowarsito juga menulis banyak hal tentang sisi lain kehidupan. Termasuk yang bersifat tasawuf. Dalam Serat Wirid Hidayatjati misalnya, jejak sufiisme Ronggowarsito tampak amat kental.
Sementara itu, pemikiran-pemikiran yang cenderung bersifat ramalan, juga ditulis, umpamanya saja dalam Serat Jaka Lodhang. Tapi yang membuat merinding, lewat Serat Sabda Jati terdapat ramalan tentang saat kematiannya sendiri.(*)