Di bawah Joko Tingkir, artinya pusara di posisi paling ujung selatan, adalah para penderek alias pengikut Joko Tingkir.
Mereka, tiga serangkai yang setia. Masing-masing, yang paling barat adalah Mas Manca, Ki Wila, dan Ki Wuragil. Di ujung timur, sebelah kiri pintu masuk, adalah pusara KRt Kadilangu. Sementara di sisi kanan pintu, di timur pusara utama Ki Ageng Kebo Kenanga, ada makam Kanjeng Pangeran Tedjowulan.
Saya menyapa satu demi satu, pusara itu. Berkeliling, mulai dari Kanjeng Pangeran Benawa, kemudian para pengikut Joko Tingkir, dan terakhir Ki Ageng Pengging sekalian. Setelah lengkap saya pamit, segeralah dengan membungkuk meninggalkan cungkup.
Berhenti sejenak di depan pintu, saya bawa kembali pandangan ke dalam cungkup. Sekelebatan, angan saya terlempar ke masa lampau, saat Desa Butuh masih berada di kesilaman. Tokoh-tokoh Butuh itu, kini, menjadi pepunden, dihormati dengan segenap hati, menjadi penjaga abadi pedukuhan yang sederhana itu.
Tingkir dan Butuh adalah pilinan sejarah tak terpisah. Meski tidak lahir di Desa Butuh, ia besar dan mempersiapkan diri, untuk kemudian meniti karir sampai akhirnya bertahta menjadi sultan Pajang, lewat Butuh.(bersambung)