Hari ini, 30 April 2018. Pak Kayam berulangtahun ke-86, andai masih sugeng. Profesor dari UGM itu, meninggal pada 16 Maret 2002. Pada usia 70 tahun, 16 tahun lalu.
Umar Kayam adalah tokoh kesenian yang sangat disegani, selain dicintai oleh mereka yang bergiat di dunia kesenian. Ia budayawan yang sangat peduli pada Indonesia. Karirnya juga memanjang di banyak bidang dengan catatan cemerlang.
Sebagai guru, Umar Kayam adalah Profesor di UGM, universitas tertua di Indonesia, selain menjadi dosen di banyak kampus ternama: Universitas Indonesia, Universitas Hasanudin Ujungpandang, Sekolah Tinggi Driyarkara Ketua Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta tahun 1981.
Di bidang tulis-menulis, banyak buku (mulai dari novel, cerpen, esai, kolom) yang ditulis. Kolomnya yang berjudul Mangan Ora Mangan Kumpul, di Kedaulatan Rakyat Jogjakarta, seperti menjadi icon bagi dunia kepenulisan. Kolom itu telah dikumpulkan menjadi berjilid-jilid buku.
Pak Ageng (panggilan itu merujuk pada kolom Mangan Ora Mangan Kumpul) juga seorang birokrat yang sukses. Dari tahun 1966 hingga 1976, pria kelahiran Ngawi ini, adalah Dirjen Radio Televisi Film Departemen Penerangan. Umar Kayam pun, sempat merasakan menjadi anggota MPRS.
Setelah tak menjadi Dirjen RFT, pada 1977 Umar Kayam pernah menghasilkan skenario berjudul Yang Muda Yang Bercinta. Film yang dibintangi WS Rendra ini, disutradarai oleh tokoh film kawakan, Sumanjaya. Setelah itu, ia terpilih menjadi Ketua Dewan Film Nasional tahun 78-79.
Tidak hanya menjadi Dirjen RTF, Ketua DFN, dan menulis skenario. Keterlibatan Pak Kayam di film juga ditandai lewat aktingnya yang bagus. Perannya sebagai Bung Karno di film Pengkhianatan G 30S/PKI, dianggap berhasil menghidupkan tokoh sentral perjuangan Indonesia itu.
Sementara itu, bagi saya, Pak Kayam juga orang yang terpenting dalam 25 tahun karir jurnlistik saya. Dialah yang selalu mengingatkan untuk tidak berhenti membaca. Menjadi wartawan, tugas utamanya, selain menulis adalah membaca. “Kalau malas membaca ya jangan jadi wartawan,” katanya suatu kali, entah karena melihat saya malas membaca atau wejangan yang sifatnya untuk siapa saja.
Penulis novel berjudul Para Priyayi ini, memang tokoh yang penting buat banyak orang. Tidak hanya secara personal, tapi juga lewat berpuluh-puluh buku yang ditulis. Dari banyak karyanya, berbagai penghargaan diraih. Cerpennya berjudul Seribu Kunang-kunang di Manhattan, yang dibukukan pada 1972, meraih menghargaan dari Majalah Sastra Horison. Novel Para priyayi pun mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K pada 1995. Jauh sebelum itu, Kepujanggaan Umar Kayam sudah diakui dunia, termasuk Asean yang pernah memberinya SEA Write Award atau Hadiah Sastra Asean pada tahun 1987.
Sebelum meninggal, Umar Kayam menghasilkan buku berupa kumpulan cerpen yang diberi judul Lebaran di Karet, di Karet. Itu pada tahun 2002, tahun meninggalnya tokoh sastra ini. Dan, di TPU Karet Bivak, Pak Kayam dikebumikan setelah meninggal 16 Maret 2002.(kib)