Mendekati pertengahan bulan Syawal, semangat masyarakat Kota Bekasi untuk bermaaf-maafan, masih terasa. Itu, menurut Ustadzah Siti Maryam, menandakan warga Kota Bekasi masih kuat jalinan silaturahminya.
Di hadapan jamaah majelis taklim di Perumahan Mayang Pratama Bekasi, Maryam mengmukakan bahwa silaturahmi memang harus selalu dijaga. “Setelah Ramadhan saatnya membangun silaturahmi, menjaganya hinggga Ramadhan tahun depan,” ungkapnya.
Selain silaturahmi, lanjut Siti Maryam, syawal saatnya untuk meningkatkan amal sholeh. “Selama setahun perjalanan manusia, selalu saja ada kesalahan, maka syawal inilah kesempatan untuk meningkatkan amal sholeh,” katanya.
Maryam menjelaskan tidak ada manusia yang tidak pernah bersalah, orang yang baik itu ketika melakukan kesalahan lalu bertobat dan tidak mengulangi kesalahannya. “Tidak pernah ada orang yang meminta maaf itu, menjadi lebih rendah harga dirinya,” kata Siti Maryam yang aktif di Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI).
Selain dikenal sebagai ustadzah dan politisi PKB, Siti Maryam juga memiliki banyak kegiatan profesi, kegiatan kemasyrakatan, serta kegiatan sosial. Di lingkungan pendidikan selain tergabung dalam AGPAI, Siti Maryam juga anggota Himpunan PAUD Indonesia (Himpaudi), dan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak (IGTK).
Di organisasi kemasyarakatan, ibu dua putra ini, menjadi pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama serta Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT). Di organisasi politik, ia menjadi pengurus Perempuan Partai Kebangkitan Bangsa (PPKB).
Perhatian Siti Maryam pada dunia pendidikan, juga sangat besar. Sudah puluhan tahun ia membantu anak-anak kurang mampu di Kota Bekasi untuk mendapatkan pendidikan. Salah satunya, dengan mendirikan sekolah Islami.
Lewat pendidikan dini berintegrasi dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Penitipan Anak (TPA), Siti Maryam ikut membangun karakter anak-anak di Kota Bekasi. Pendidikan berbasis Islam itu, mulai dari Taman Pendidikan al Quran (TPQ), Madrasah Diniyat Takmiliyah Awaliyah (DTA) hingga majelis taklim.
Dirintis sejak tahun 1998, banyak lulusan yang dihasilkan TK Zaid bin Tsabit. Secara formal, pendidikannya berlangsung sejak tahun 2004, berawal dari semangat untuk membantu pendidikan anak-anak dari keluarga kurang mampu. Proses pendidikan dan pengajaran berlangsung di ruang tamu. Seiring dengan kebutuhan kelas dan sarana lain, dikembangkan bangunan yang dapat dimanfaatkan untuk ruang kelas.
“Rumah ini memang sengaja diperuntukkan bagi anak-anak kurang mampu menimba ilmu,” kata Siti Maryam, pendiri dan perintis sekolah bagi anak-anak kurang mampu di lingkungan rumahnya.
Dari beranda rumah dan ruang tamu, pembangunan terus berlangsung, lantai dua masih dalam proses penyelesaian. Diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama ruang kelas yang dibutuhkan dapat disediakan. Yayasan juga mengembangkan kelas jauh sehingga diharapkan mampu memberikan pelayanan kepada anak-anak yang lebih luas.
Pendidikan yang dikelola Siti Maryam memadukan kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan kurikulum yang dikembangkan lewat pengalaman sehari-hari. Perpaduan itu dimaksudkan untuk memperkaya khasanah ilmu anak-anak dalam menghadapi masa depan. Dengan demikian anak-anak akan mampu berkembang sesuai dengan tuntutan dan tantangan zamannya.
Selama ini kesan di masyarakat pendidikan prasekolah mahal, anak dari keluarga kurang mampu tidak dapat memperoleh persiapan sebelum memasuki pendidikan formal di SD. Akibatnya mereka sering tertinggal dibandingkan anak-anak dari keluarga yang dapat mempersiapkan diri di sekolah.
“Murah tapi tidak berarti murahan,” ujarnya sambil menambahkan meski biaya yang ditetapkan tergolong murah dibandingkan lembaga pendidikan sejenis namun tetap menjaga mutu lulusan yang dihasilkan. Selain itu memberikan kesempatan luas kepada anak-anak untuk berekspresi sesuai bakat, kemampuan dan minatnya.
Mulai tahun ajaran baru 2010-2011 pihaknya menambah sarana dan prasarana. Selain menambah muatan pelajaran ekstra kurikuler di antaranya kesenian marawis dan drum band. Semua itu diharapkan memberikan kesempatan terbaik bagi anak-anak untuk memasuki jenjang pendidikan sekolah yang lebih tinggi.
“Kami melakukan berbagai terobosan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat, terutama masyarakat yang secara ekonomi kurang mampu,” paparnya sambil menambahkan untuk keperluan itu diberlakukan subsidi silang.
Membuka kelas baru dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak mengikuti pendidikan di Taman Kanak-kanak. Dengan demikian anak-anak memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan prasekolah. Selanjutnya anak-anak mendapat bekal untuk menempuh pendidikan di sekolah yang sesungguhnya.
Tahun 2015 membuka kelas bagi kaum dhuafa dengan membayar setiap hari. Tidak dengan uang, tapi dengan membawa sampah yang dapat didaur ulang. Selain daur ulang sampah, masyarakat memperoleh kesempatan untuk mengikuti pelatihan membuat kerajinan dari sampah rumah tangga. (mg)