Malam bergerak. Merapat ke tengah gelap. Tapi di sebuah sudut Parung, Bogor, Jawa Barat, aktivitas yang sesungguhnya baru dimulai saat api unggun lamat-lamat dinyalakan. Pakde berkaos biru, cak-cek, cekatan membuat perapian. Lalu, satu demi satu ikan ditata.
Segera, malam berhias aroma ikan bakar yang seperti mengundang datang anak-anak muda Kulon Progo di Jabodetabek (KPDJ). Satu demi satu, mereka masuk pekarangan lega milik Mas Tomi, salah satu tokoh Badan Koordinator Paguyuban Kulon Progo (Bakor PKP) sekaligus pembina KPDJ.
Mbah Yatno, salah seorang sesepuh KPDJ sudah sejak petang ada di kawasan Kalurahan Waru itu. Ada pula Mas Hari Rudi sakrimbit, Pak RT, dan para pentolan KPDJ lainnya. Semua asyik memainkan walesan, ada yang berdiri, menanti umpan disantap gurame, ada yang jongkok, ada yang mengambil bangku kecil untuk duduk karena tak ingin keju menunggu walesan ditarik ikan.
Terlihat, beberapa kali nyonya Heri Rudi mengayun walesan. Sementara yang lain, melihat dengan takjub. Malam itu, rekor mendapat ikan terbayang memang ada pada ibu muda, pendamping Mas Heri.
Mas Tomi dan nyonya rumah, tentulah yang paling sibuk. Hilir-mudik dari sudut kebon, lalu masuk ke rumah utama. Tidak lama, Mas Tomi keluar pekarangan, naik motor, ke pasar Parung. Beli petai. Mbah Yatno tidak kalah sibuk, beriringan dengan tiga motor, membawa sekarung singkong gede-gede. Wah, pesta malam itu, akan semakin lengkap.
Mendekati jam sembilan, rombongan terakhir datang. Kang Muh dan Kang Nino. Bersama itu, semua ikan nyaris matang. Pakde berkaos biru, memindahkannya ke piring-piring lebar. Mas Tomi juga langsung mengomando tim tuan rumah untuk menyuguhkan segala ubo rampe: nasi sebakul besar, lalapan, dan wedhang uwuh yang spesial didatangkan dari Lendah.
Setelah semua makanan selesai ditata, berpacak-baris rapi seperti bregodo siap perang, Mas Tomi justru menghilang. Tinggal Bu Tomi yang sibuk mengacarani tetamunya yang masih agak ragu untuk memulai sendokan pertama.
Tidak lama. Sebab, dari gerbang utama rumah, Mas Tomi muncul bersama dua putrinya. Tidak sekadar muncul, karena membawa kue tart lengkap dengan dua lilin yang sudah menyala. Lalu, nyanyian selamat ulangtahun terdengar, beriringan dengan suara tepuk tangan.
Benar. Malam itu, Mas Tomi dan putra-putri sengaja membuat kejutan ulangtahun untuk Bu Tomi yang langsung tersipu begitu tahu orang-orang yang dicintainya, memberi sebuah kejutan. “Wah jadi malu, ini siapa yang punya ide,” kata Bu Tomi yang langsung disambut pelukan Pak Tomi.
Ritual kejutan ulangtahun selesai, ditutup dengan makan bersama. Ikan bakar sudah menunggu diserbu. Semua lengkap. Termasuk lalapan dan sambal kecap dalam ukuran mangkuk besar. Di tengah barisan makanan yang serba menggoda, teko besar berisi wedhang uwuh, menjadi pemandangan kontras yang menyenangkan.
Semula, acara ini memang pertemuan santai sambil rapat kecil, menyiapkan Kopdar Akbar KPDJ pada bulan Juni nanti. Tapi ikan bakar, sambal kecap, lalapan, petai, dan wedhang uwuh, menjadikannya bukan rapat kecil. Tapi rapat besar sekaligus makan besar.
“Jangan ada yang balik badan, pulang. Setelah ini, siap-siap santap duren Parung. Kita jeda dulu sejam-dua jam, biar nggak klenger habis makan ikan,” Mas Tomi berkata sambil senyum-senyum, membayangkan perut semua orang klenger diaduk ikan bakar dan duren Parung.(kib)
