Hubungan batin, yang tali-temali antara Laut Kidul dengan Istana Mataram terus terjalin. Kanjeng Ratu Kidul, penguasa mistik Laut Selatan itu, akhirnya menjadi penopang gaib sejarah Mataram.
Sebagai kekuatan batin, Istana Ratu Kidul selalu siap menuntaskan paragawe, reridu, problematika dan segenap kekisruhan di Istana Senapati dan penerusnya. Sementara itu, raja-raja Mataram, juga memiliki kesigapan yang sama, untuk menjaga hubungan dengan kanjeng ratu.
Salah satu bagian dari ritual mempererat ikatan mistik itu, keraton rutin, menggelar Labuhan Alit setiap tahun yang selalu digelar pada 30 Rajab. Labuhan ini, sekaligus menandai Jumenengan Dalem (penobatan) Sultan. Upacara ini, antara lain berisi, sesaji laut dengan melarung benda-benda yang berhubungan dengan raja.
Dalam jodang (sebuah usungan) barang-barang mulai dari busana (lorodan ageman), potongan rambut (rikma), guntingan kuku (kenaka), hingga wewangian, adalah ubo rampe sesaji. Dari keraton, setelah diserahkan pada juru kunci Parangkusumo, sesaji dibawa ke Cepuri.
Upacara puja doa dilakukan juru kunci Cepuri, lalu, usai melafal japa mantra (lengkap dengan membakar kemenyan serta tabur bunga setaman), beberapa sesaji dikubur di sudut Cepuri. Sementara Sembilan kain yang berbeda corak dan warna, dupa, layon sekar (bebungaan sisa ritual), minyak koyoh, uang (arta tindih) serta jajan pasar dibawa ke pantai. Di sanalah, di bibir laut, ombak tinggi pantai selatan, telah menanti sesaji. Larungan, caos pisungsung Kanjeng Ratu Kidul.
Ritual Labuhan Alit, memang lebih sederhana, karena menjadi acara rutin setiap tahun. Upacara yang lebih besar, dengan sesaji yang lebih lengkap, digelar delapan tahun sekali. Setiap tahun Dal. Inilah Labuhan Ageng, yang selalu mengalirkan kisah-kisah misteri yang tersembunyi. Labuhan Ageng terakhir kali dilaksanakan pertengahan April tahun 2018 lalu, memperingati Jumenengan Dalam Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Jenis-jenis kain yang menjadi sesaji antara lain semekan (kemben) dan jarik. Motifnya juga tidak satu, melainkan beberapa yang dianggap sakral; pandan binitot, jingo ijo, jingo merah, cangkring, poleng.
Bersama sesaji lain (tumpeng urubing dammar, pisang mas, ketan salak, serta bebungaan) kain-kain persembahan untuk Kanjeng Ratu Kidul ini, ditandu ke Parangkusumo. Seperti Labuhan Alit, ubo rampe yang telah dimantrai di Cepuri, dibawa ke pantai, untuk dilarung. (bersambung)