Joko Mawardi tak ingin menyerah. Pria berusia 45 tahun itu, tidak mau, hanya karena menyerah, Jatilan Kreasi Baru Kudo Wasisyo yang ia pimpin, ambruk. Ia terus berusaha untuk tetap kuat meneruskan niatnya nguri-uri kabudayan Jawi.
Paguyuban yang mewadahi kesenian jatilan asal Siwalan, Sentolo, Kulon Progo itu, memang harus berjuang keras, untuk bisa bertahan di era modern yang didominasi persaingan ketat. Persoalan berat yang mereka hadapi adalah soal dana yang terbatas.
“Nek mboten ngangge ragat mboten mlaku mas. Semua itu harus pakai biaya, sekecil apapun usahanya,” kata Joko Mawardi tentang pengalamannya menjalankan roda organisasi, meskipun yang disebut organisasi itu sebatas paguyuban kesenian.
Di tengah maraknya grup jatilan, Kudo Wasisyo memang harus bertahan di dalam persaingan ketat. Berdiri sejak tahun 1996, awalnya Kudo Wasisyo merupakan Jatilan Pong Jir. Saat itu, pemainnya kebanyakan sudah tua-tua, sebab waktu itu anak muda masih enggan untuk mengikuti kesenian rakyat itu.
Melihat kondisi itu, pengelola jatilan harus berfikir keras untuk tetap melestarkan kesenian rakyat ini. Dari tahun ke tahun penanggung jawab berusaha keras agar Jatilan Kudo Wasisyo tidak punah dan bisa lestari.
Dan, pada 2000-an, Kudo Wasisyo yang semula merupakan jatilan klasik, diubah dengan gaya baru dan kreasi baru. Namanya juga menjadi Jatilan Kreasi Baru, meski tidak meninggalkan Jatilan Pong Jir. Hingga kini pun, disela-sela permainan musiknya, masih terdengar musik Pong Jir.
Dengan perubahan itu, Jatilan Kreasi Baru Kudo Wasisyo bisa berkembang menyesuaikan perkembangan zaman. Kreativitas anggotanya, yang terdiri anak muda hingga orang tua, semakin baik.(yad)