Kedatangan Ki Ageng Pemanahan yang diiringkan Ki Ageng Juru Mertani, serta Danang Sutawijaya ke bumi Mataram, adalah peristiwa yang menentukan arah sejarah tanah Jawa. Juga, tentang raja-raja Jawa.
Dalam cerita tutur, kebesaran Pemanahan yang selanjutnya dikenal sebagai Ki Ageng Mataram, dikisahkan secara turun-temurun. Selain berbekal alas Menthaok, legitimasi sebagai penurun raja-raja Jawa, juga datang dari wahyu keraton yang ia terima. Babad Tanah Jawi, melukiskan keberuntungan takdir Pemanahan, saat ia datang ke rumah Ki Ageng Giring, sahabatnya.
Tersebutlah, di dusun Giring (kini masuk kabupaten Gunung Kidul). Dusun tandus dengan ladang yang bagai tak tersentuh kesuburan itu, ternyata dipilih oleh semesta untuk menjadi tempat diterimanya wahyu keraton (dalam cerita tutur sering disebut wahyu Gagak Emprit) yang bersemayam di dalam sebuah kelapa.
Konon, kelapa itu tumbuh dari sepet (kulit kelapa kering) yang ditanah Ki Ageng Giring. Tentu saja ganjil, kulit kelapa bisa tumbuh menjadi pohon kelapa. Namun itulah, kesaktian ucapan Kajeng Sunan Kalijaga yang tak dibantah Ki Ageng Giring. Dan, benar. Setelah tumbuh menjadi pohon kelapa, Kalijaga menuturkan bahwa, di dalam buah kelapa itulah, wahyu keraton tersimpan. Siapa saja yang bisa menghabiskan air kelapa dalam sekali teguk, dialah yang akan mendapat keberkahan sebagai penurun raja-raja tanah Jawa.
Ki Ageng Giring girang. Cita-cita besarnya yang selalu diniatkan dalam setiap semadinya, untuk menjadi penurun wiji ratu akan terkabul. Agar bisa meneguk air kelapa atau degan dalam sekali teguk (dalam bahasa Jawa disebut sak ndegan), Giring berladang. Harapannya agar haus sehingga bisa minum air degan sak ndegan; meneguk air kelapa dalam sekali tegukan.
Tapi begitulah. Sejarah berkehendak lain. Bukan Ki Ageng Giring yang mampu menenggak air kelapa keramat itu. Sebab, ketika ia sedang menempa diri di ladang agar mengalami haus tingkat tinggi, rumahnya kedatangan tamu agung; Ki Ageng Pemanahan dari bumi Mataram.
Perjalanan amat panjang, menemus belantara, menakhlukan bukit cadas Gunung Kidul, membuat Pemanahan kehausan. Seketika, saat melihat kelapa tergeletak, ia meminumnya. Betapa nikmat ngombe degan sak ndegan; jadilah Ki Ageng Pemanahan ya Ki Ageng Mataram dipilih takdir untuk menjadi penurun raja-raja Jawa karena di dalam air kelapa itulah wahyu keraton bersemayam.
Sementara itu, dalam rasa kecewa, Ki Ageng Giring yang datang dari ladang, menatap sahabatnya dengan tidak percaya. Rupanya, tapa brata yang selama ini dilakukan, masih kalah hebat dengan yang dijalani Pemanahan.
Ia mengadu pada Kanjeng Sunan Kalijaga, tentang kepedihan hatinya itu. Maka, bersama kanjeng sunan serta Ki Ageng Pemanahan, terjadi kesepakatan, akan ada salah satu keturunan Giring yang menyela menjadi raja; kelak ketika raja-raja Mataram sudah berganti hingga tujuh turunan.(***)