Tersebutlah Ki Ageng Pemanahan, tokoh sakti dari Pajang yang mendapat pisungsung Alas Menthaok. Trah Brawijaya Pamungkas ini, tengah mempersiapkan diri, untuk membangun kerajaan baru. Kerajaan yang kelak dikenal sebagai Mataram – penerus Pajang, Demak, Majapahit.
Di Bang Lampir, Ki Pemanahan melakukan tapa brata, merenung panjang, menghening, melepaskan beban dunia, berdialog dengan guru sejati. Cucu Ki Ageng Sela yang kaloka itu, mesu raga, semadi-sunyi, mencari jati diri; pantaskah, ia menjadi cikal bagi berseminya kerajaan besar?
Dari Kembang Lampir, perjalanan batin Ki Ageng Pemanahan, sampai pada perjumpaan gaib dengan para leluhur. Ia juga mendapat petunjuk dari Kanjeng Sunan Kalijaga, untuk bergeser sedikit dari Kembang Lampir. Sebab, wahyu keraton, sudah datang, bermukim di Dusun Giring, Desa Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul.
Benar. Ki Ageng Pemanahan bangun, beranjak, meninggalkan Kembang Lampir. Aura mistik (sebagai tanda seorang yang baru merampungkan pertapaannya) masih menjadi selimut langkahnya. Yang dituju, rumah Ki Ageng Giring, sahabat lama, sesepuh Desa Sodo – yang masih satu garis darah sebagai keturunan Majapahit.
Perjalanan dari Bang Lampir hingga Sodo membuat Ki Ageng Pemanahan yang baru menuntaskan puasa panjang selama bertapa, didera rasa lelah dan haus. Di rumah sahabatnya itulah, ia menemukan buah kelapa yang masih segar. Tanpa berbicara, ia meminum air kelapa hingga tandas. Sak ndekgan, seketika, sekali rengkuh dalam satu tegukan.
Alam, sungguh, tidak pernah salah. Langit dan bumi selalu menepati janji. Sementara Tuhan, sebagai penguasa alam, sebagai penguasa langit dan bumi, memang telah menggariskan kepastian; Ki Ageng Pemanahan sebagai penurun wiji ratu tanah Jawi.
Itulah yang terjadi. Degan, yang diteguk dalam sak ndekgan, kelapa muda yang tandas menjadi penawar dahaga, adalah kelapa yang keramat. Di dalam air kelapa itu, wahyu keraton bersemayam. Wahyu Gagak Emprit.
Sungguh sebuah permainan nasib yang penuh misteri. Lihat saja adegan setelah Ki Ageng Pemahanan meminum air degan, kelapa muda yang telah menggembalikan kesegaran jasmani dan rohaninya. Saat itu, Ki Ageng Giring, pulang dari ladang. Ia juga kehausan karena memang itu yang dicari, agar bisa minum air kelapa sekali teguk. (bersambung)