Karno Tanding dan Kontrak Politik dalam Pilkada

oleh -273 Dilihat
oleh
Oleh: Ki Bawang
Dalang tanpa Wayang

Baratayuda adalah perang yang sudah dirancang sejak lama. Sejak para Pandawa dan Kurawa bahkan masih kanak-kanak.  Mereka yang kemudian berlaga, telah ditentukan dalam kitab para dewa. Juga, jalan hidup Adipati Karna ya Surya Putra ya Basukarno.

Perang besar telah terjadi, dan Karno membela Kurawa. Ia merasa perlu mengabdi pada Astina yang dianggap memberi penghidupan. Ia telah terhasut oleh bujuk para Kurawa sehingga memusuhi Kunti, yang sejatinya sang ibu. Karno enggan  mengakui Kunti sebagai ibunya, karena telah terjerat kebaikan kusir Kurawa. Kontrak politik dibuat, meski kontrak politik itu, sesungguhnya dusta belaka.

Maka begitulah. Adipati Karno maju sebagai senapati Astinapura dalam Baratayuda. Kesaktiannya membuat para Pandawa bergetar, takut, dan ngelu oleh bayangan kekalahan. Mereka ngeri melihat kakak tirinya yang putra Batara  Surya itu. Yudistira dan empat adiknya, mustahil bisa mengalahkan Karno yang berpuluh-puluh tahun digenggam oleh kontrak politik dengan Kurawa.

Kesaktian Karno yang pilih tanding, pada akhirnya membuat Gatutkaca yang dikenal sebagai satria otot kawat balung besi, ambruk. Tangis menyayat membumbung langit begitu Gatutkaca terlempar dari mega-mega, mengunjam bumi dengan darah menggenang tanah. Karno, telah menunjukkan kesaktiannya.

Tapi kitab para dewa, telah menggariskan, Adipati Karno juga sirna dilumat Baratayuda. Ia terpercaya. Nyawanya lepas  dipapah panah Arjuna, adik tirinya yang sesungguhnya bukan tandingannya. Lalu, di akhir ajal, Karno menyadari betapa ia telah mendustai diri sendiri. Ia sadar, tak seharusnya berhadap-hadapan dengan Pandawa sebagai seteru.

Lakon ini, adalah lakon paling menggiriskan. Sering dimainkan para dalang, karena Karno Tanding adalah lakon populer yang digemari penonton wayang.  Inilah lakon yang amat menguras energy batin saat menontonnya.

Saya menulis lagi. Benar-benar harus menulis lagi, untuk memotret kontrak politik lengkap dengan mahar politik, yang membuat Pilkada Serentak riuh-rendah. Bukan tidak mungkin, seperti Adipati Karno, publik akan mempercayai ada kontrak politik dan mahar politik sehingga mengambil pilihan yang salah, seperti Karno salah memilih membela Astina.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.