Nama Ambal bagi masyarakat Jawa Tengah tentu nama yang asing. Lokasinya di wilayah pesisir Selatan pulau Jawa atau dikenal dengan wilayah Urut Sewu. Kini, orang mengenalnya sebagai daerah kunjungan wisata.
Selain memiliki pantai yang menawan, secara historis Ambal ditalikan oleh nilai-nilai masa silam yang kaya sejarah dan budaya. Dari sisi ini, Ambal juga layak untuk dijadikan sebagai tempat tujuan wisata.
Dari sejumlah kisah, kekuatan budaya Ambal, sudah sangat kuat sejak Kanjeng Bupati Poerbonegoro, satu-satunya Bupati Ambal (karena setelah masa kekuasaannya berakhir, Kabupaten Ambal dihapuskan).
Bupati Poerbonegoro terkenal memiliki kekuatan yang menonjol dalam pelestarian seni budaya Jawa khususnya di bidang seni karawitan dan pedalangan. Dulu, di salah satu sudut ruangan bangunan Ndalem Bupati ada seperangkat gamelan yang digunakan berlatih para abdi dalem dan keluarga kabupaten.
Beberapa cerita pewayangan seperti Citoning dan Serat Romo adalah yasan sang bupati. Ketekunannya merawat kebudayaan itulah, yang membuat hingga sekarang di wilayah Ambal banyak terdapat seniman karawitan, sastra dan pedalangan.
Sesungguhnya, era Poerbonegaran adalah kelanjutan dari masa Kabupaten Ambal sebelumnya yang dipimpin oleh Bupati Pangeran Blitar dari Mataram.
Pada tahun 1827 M berbarengan dengan masa Perang Diponegoro di wilayah Urut Sewu muncul segerombolan berandal yang sangat ditakuti yang di pimpin oleh Poedja Gamawidjaya.
Sepak terjang brandal Gamawidjaya terkenal sangat sadis dan bengis. Namun demikian yang dirampok hanyalah para utusan yang membawa upeti untuk disetorkan ke Mataram. Atau para penguasa yang condong kepada kompeni Belanda.
Kondisi ini membuat pusing Bupati Pangeran Blitar sehingga segala upaya dilakukan namun tetap tidak mampu menundukkan brandal Gamawidjaya dan gerombolannya. Akibat gagal menumpas kekacauan itu, Pangeran Blitar ditarik ke Magelang dan dipensiunkan dari jabatannya sebagai Bupati Ambal.
Kabupaten Ambal komplang dan sengaja tidak diberi bupati baru. Hingga bangunan yang ada diratakan dengan tanah.
Sementara itu, keresahan yang ditimbulkan oleh brandal Gamawidjaya semakin menjadi. Hingga muncul sayembara yang diadakan oleh pihak Gupermen, “Siapa yang dapat menangkap brandal Gamawidjaya akan diberi hadiah uang dan kedudukan yang tinggi.” ( bersambung )