Jelang Bulan Suro, Bertemu Abah Panjang yang Misterius-1

oleh -891 Dilihat
oleh

Hari ini, saya kedatangan tamu spesial. Pengembara berambut panjang yang mengaku seperti digerakkan oleh naluri batin untuk bertemu. Entahlah, saya tidak paham yang seperti itu. Tapi, orangnya memang linuwih, memahami hal-hal yang tidak terlihat mata.

Perkenalan diawal dengan kalimat pendek, “Panggil saja Abah Panjang,” katanya merujuk pada rambutnya yang memang panjang. Lalu ia bercerita, jika di wilayah Jawa Tengah dan Jogja, atau Jawa Timur, panggilannya Mbah Dowo. Sama saja, berasal dari identitasnya yang berambut panjang.

Ia baru meninggalkan Cirebon setelah sebulan berada di makam keramat Sunan Gunungjati. Hidupnya memang diisi dengan perjalanan panjang. Katanya, saat ini sedang mempersiapkan batin untuk menghadapi bulan Suro yang tinggal sepekan.

“Pitung ndino meneh wulan Suro. Kudu mesu rogo, tirakatan, mendekatkan diri pada Sing Gawe Urip,” katanya campur-campur bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang tetap terasa Jawa.

Abah Panjang meninggalkan Cirebon, karena merasa mendapatkan wisik atau bisikan untuk bertetirah di Luar Batang di awal bulan Suro nanti. Setelah itu, ia akan menunggu bisikan lagi untuk bergerak ke barat. Banten.

Bicaranya panjang-panjang, saya mbatin sepanjang rambutnya yang dibiarkan berkibar-kibar ditiup angin. Yang menjadi bahan pembicaraan macam-macam, mulai dari yang aktual semacam politik hingga yang gelap segelap dunia mistik. Saya hanya mendengar atau sesekali mengiyakan sambil manggut-manggut.

Lalu, ia menyerahkan kertas yang sudah agak lusuh. Ada nomornya. Nomor telepon dia jika ingin curhat. Wah, saya mbantin lagi, ternyata Abah Panjang mengerti apa yang tersembunyi di dasar hati saya. Sudah beberapa kali, Abah menebak suasana perasaan saya dengan sangat telak.

“Iki nomer  teleponku, 081326148609. Aku ngerti kowe bakal nelepon rong ndino meneh,” katanya kembali menebak yang membuat saya semakin gelagapan dan harus berhati-hati menghadapi Abah Panjang, sebab, semua yang saya sembunyikan di balik perasaan dibaca dengan telak.

Perjalanannya mengembara menurutnya, sudah dilakukan sepanjang tahun ini. Dan, sepanjang itu pula, ia tidak makan nasi atau apa saja untuk mengisi perut. Yang dilakukan hanya ngopi lan ngudut. Ngopi dan merokok.

“Paling kalau sudah tidak kuat, ke warung, makan tempe sama sambel sing okeh. Atau beli soto, minum kuah soto yang dicampur sambel sing okeh. Wis ngono tok,” katanya tentang kebiasaannya tak makan nasi yang sudah puluhan tahun dijalani.

Abah Panjang atau Mbah Dowo memang unik. Saya akan menuliskannya kembali besok. Mungkin banyak yang akan mengejutkan dari pertemuan saya dengan Mbah Dowo yang mengaku sudah tidak makan nasi lebih dari separoh umurnya.(bersambung)

Response (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.