Hari ini, Mari Mengenang 52 Tahun Wafatnya Bung Kecil, Sutan Syahrir

oleh -700 Dilihat
oleh

Hari ini, 9 April 2018. 52 tahun silam, pada 9 April 1966, bangsa Indonesia berduka atas meninggalnya tokoh besar, Sutan Syahrir. Dialah Bung Kecil, yang kiprahnya tak kalah moncer dengan Bung Karno dan Bung Hatta.

Kepergian Syahrir adalah duka terdalam bagi seluruh rakyat Indonesia. Apalagi, pria kelahiran Padang Panjang 5 Maret 1909 ini, wafat di tempat jauh: Swiss dalam masa pengobatan setelah karir politiknya anjlok akibat berseberangan dengan Bung Karno.

Hubungan Sutan Syahrir dengan Soekarno, memang mengalami kemerosotan hingga tingkat buruk, pasca Pemilu pertama tahun 1955. PSI partai yang didirikan Syahrir tak banyak mendapat suara. Lalu, pada 1960 PSI bahkan dibubarkan menyusul penangkapannya di tahun 1962.

Sebagai tokoh besar, karir Syahrir memang tak kalah megah dengan para pendiri bangsa lainnya. Ia, bahkan tergolong tokoh dengan garis keras, apalagi jika berhubungan dengan penjajah. Bersama Bung Hatta , Syahrir diasingkan ke Digul dan Banda Niera.

Lahir di Padang Panjang, Syahrir adalah putra tokoh penting. Ayahnya, Mohammad Rasad yang menyandang gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih. Sang ayah merupakan Kepala Jaksa di Medan, selain menjadi penasehat Sultan Deli.

Sebagai putra orang terpandang, riwayat pendidikan Syahrir dihabiskan di sekolah-sekolah favorit bagi anak-anak pilihan. Ia merampungkan ELS dan MULO, dua sekolah terbaik,  di kota  Medan. Setelah itu, di tahun 1926, ia melanjutkan ke AMS yang dikenal sebagai sekolah mahal di tanah Priangan, Bandung.

Sejak hijrah ke pulau Jawa, naluri politik Sutan Syahrir semakin terasah. Pada 20 Februari, ia termasuk penggagas berdirinya Jong Indonesie. Perhimpunan itulah yang kemudian berubah menjadi Pemuda Indonesia yang setahun kemudian, melahirkan Kongres Pemuda Indonesia, momentum tercetusnya Sumpah Pemuda.

Saat melanjutkan studinya di Universitas Amsterdam Negeri Belanda, langsung berhubungan dengan tokoh-tokoh pergerakan dunia.  Ia juga bergabung dengan Perhimpunan Indonesia yang dipimpin Hatta.

Pergerakan kebangsaan di tanah air, rupanya terlalu kuat memanggil hati Syahrir. Itu yang membuatnya mengambil keputusana meninggalkan kampus dan pulang  di akhir tahuun 1931.  Setahun di Indonesia, bersama Hatta, Syahrir terpilih memimpin PNI Baru.  Hanya berselang dua  tahun, sepak terjang PNI Baru, membawa Syahrir dan Hatta ke Boven Digul. Setelah itu dibawa ke Banda Neira sampai dibebaskan saat Jepang masuk ke Indonesia.

Di zaman Jepang, garis politik Syahrir tidak berubah. Tetap menentang penjajahan. Ia pula yang mendesak Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan pada 15 Agustus 1945, karena Jepang sudah kalah. Desakan itu, disokong para pemuda yang kemudian melahirkan peristiwa Rengasdengklok, ketika Bung Karno dan Bung Hatta diculik pada 16 Agustus 1945.

Ketangguhan dan ketuguhan politik Sutan Syahrir, membuatnya dipilih menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia, empat bulan setelah kemerdekaan. Usianya, masih 36 tahun, jadi Syahrir adalah PM termuda di muka bumi. Pada saat yang sama ia juga merangkap sebagai Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri.

Bung Kecil (julukan itu konon diberikan sahabat-sahabatnya karena memang perawakan Syahrir yang kecil), memimpin Kabinet hingga tiga kali. Sepak terjangnya diakui dunia, karena ia termasuk juru runding kawakan. Diplomasinya banyak diakui cemerlang, termasuk saat pidato di depan Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa. (kib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.