Hari ini, 27 April 2018. Bertepatan dengan 111 tahun kelahiran Mister Amir Sjarifoeddin. Inilah tokoh perjuangan kemerdekaan, yang akhirnya dieksekusi mati karena terlibat pemberontakan PKI. Usianya masih muda, karena baru 41 tahun, saat ditembak pada 19 Desember 1948.
Amir, adalah anak orang kaya di Medan, Sumatera Utara. Ayahnya, Djamin yang bergelar Baginda Soripada, merupakan jaksa. Sedang sang ibu, ialah Basunu Siregar. Latar keluarganya itulah yang membuat Amir kecil, mendapat pendidikan yang bagus di sekolah-sekolah elit di zaman Belanda. Ia, misalnya, merampungkan ELS pada 1921 yang langsung berangkat ke Leiden Negeri Belanda.
Di Belanda, Amir langsung terjun di dunia pergerakan. Ia adalah anggota perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem. Amir juga aktif dalam forum diskusi CSV-op Java yang merupakan benih berdirinya Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Menjelang akhir tahuun 1927, Amir meninggalkan Belanda. Pulang ke tanah kelahirannya, lalu hijrah ke Batavia. Setelah tinggal bersama sepupunya, Amin memutuskan pindah. Saat itu, yang dituju adalah asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, bergabung dengan Mr. Muhammad Yamin.
Di tengah pemuda yang gandrung Indonesia Merdeka, Amir Sjarifoeddin, berdiri di barisan depan. Juga ketika digelar Kongres Pemuda di Jakarta, yang kemudian melahirkan momentum Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Pada masa pendudukan Jepang, ia ditangkap , Januari 1943. Tapi gerakan Amir tak berhenti. Di antara para pejuang kemerdekaan, ia termasuk terpandang. Kemampuannya berpidato, sama dengan kepiawaian Bung Karno menyihir massa.
Puncak karir politiknya terjadi saat ia terpilih sebagai Perdana Menteri dan membentuk Kabinet Amir Sjarioeddin I dan II. Sebelumnya, ia termasuk jajaran menteri pada Kabinet Presidensial, Kabinet Sjahrir I, II, III.
Mr Amir Sjarifoeddin mundur dari jabatan Perdana Menteri setelah perjanjian Renville yang menjadi tanggungjawabnya, dianggap merugikan Indonesia. Sejak itu, gerakan Amir justru semakin membuatnya terpuruk.
Setelah tak menjadi Perdana Menteri, kemudian meletus peristiwa Madiun 1948, Amir Sjarifoeddin, ikut ditangkap. Dan, pada 19 Desember 1948, ia menjadi salah seorang yang ditembak mati di makam desa Ngalihan. (KIB)