Hajatan para almuni senior SD Janturan 1, Jombokan, Tawangsari, Pengasih, Kulon Progo, tadi siang, masih menyisakan cerita. Tentulah, cerita tentang nostalgia dan kangen-kangen yang terasa menyentuh hingga dasar hati.
Cerita-cerita masa silam berloncatan. Dikisahkan silih berganti oleh setiap alumni. Terasa gayeng tapi sekaligus penuh haru. Sebab, mereka adalah angkatan lama dengan lulusan tertua tahun 1970 dan yang paling muda 1975.
Semua bahagia, bisa bertemu kembali, setelah berpuluh tahun tidak pernah saling menyapa. Kesibukan atau domisili yang menyebar hingga ke banyak daerah di Indonesia, membuat para alumni seperti kepaten obor. Tapi tadi siang, mereka seperti menemukan kembali suasana akrab serupa yang terjalin semasa menimba ilmu di Sekolah Dasar Negeri Janturan 1 Jombokan, puluhan tahun silam.
Dan, di antara 100an orang alumni yang terlihat ikut reuni, ada dua sahabat karib yang terlihat bahagia. Dua Sri yang hanya sesekali saja bisa bertemu. Yang satu bernama Sri Subur sedang satu lagi Sri Hadiyati. Sri Subur, biasa dipanggil dengan Mbak Subur, sedang Sri Hadiyati, memiliki sapaan Mbak I karena ibu dan bulek-buleknya selalu memanggil dengan panggilan kecil, I’i.
Mereka berkawan tak ubahnya saudara. Dulu, selalu runtang-runtung bersama, sebelum Sri Hadiyati merantau ke Jakarta. Jika Mbak I sedang pulang kampung, keduanya masih kerab bertemu meski Mbak Subur sudah sibuk dengan aktivitasnya sebagai abdi negeri.
Dua Sri ini, ikut menjadi alumni yang antusias mengikuti temu rindu bersama teman-teman mereka saat masih SD. Duduk berdua, Sri Subur dan Sri Hadiyati yang kini usianya sudah lewat setengah abad, terus bercerita. Bahkan cerita dilanjutkan di rumah Mbak Sri Subur di kidul SD, tepatnya di sisi kiri protelon Njombokan.
“Iya dulu kita ini seperti adik-kakak. Dolan berdua, ke mana-mana berdua. Dulu Mbak Sri ini selalu bawa adiknya kalau ke sini, jadi ya saya ikut momong. Mbok kalau kondur Dik Wawan disuruh main ke sini, wes suwe ora ketemu,” kata Mbak Subur yang masih awet ramah.
Cerita masa kecil terus berlanjut. Sesekali duo Sri tertawa keras. Juga saat cerita mboncengke adiknya Sri Hadiyati sampai kakinya keruji. “Inget ora mbak, waktu Dik Wawan keruji sikili. Anehnya kok tidak nangis loh anaknya. Kamongko awake dewe wis kewedhen yo,” tutur Mbak Sri Subur di antara sisa tawa.
Diselingi cemilan khas Lebaran, dua sahabat yang lama tidak bertemu itu, seperti tak habis-habisnya mengulang cerita yang pernah dilewati bersama di masa silam. Kini, keduanya sudah memasuki masa purna. Mbak Subur juga sudah mendekati pensiun, sembentara Mbak I’i yang memiliki usaha, juga mulai menyerahkan bisnisnya ke anak-anaknya.(mg)