Kemarin, cerita tentang Abah Panjang memang belum terang benar. Setelah melewati perkenalan, ia berkisah tentang kehidupannya yang selalu bersinggungan dengan alam gaib. Termasuk berurusan dengan para jin.
Dan, sampailah di sebuah makam tua. Begitulah, Abah Panjang memulai cerita tentang dialog mistiknya dengan para jin. Dari gedung tua itu, ia menembus alam jin, pertama sekali dengan duduk bersila, tangannya menengadah, mulutnya komat-kamit membaca dzikir. Matanya tertutup rapat sambil terus berdzikir. Sekitar setengah jam kemudian dzikirnya semakin cepat, helaan napasnya semakin teratur, konsentrasinya penuh menuju satu titik cahaya.
Titik cahaya yang semula hanya seberkas sinar pelan-pelan semakin membesar seperti menerangi sebuah lorong. Cahayanya berkilauan menyelimuti lorong tadi. Warna merah, putih, kuning, hijau dan biru bercampur berpendar menyilaukan mata.
Seakan ada yang menarik, sukma Abah tersedot dari badannya, lalu berjalan memasuki lorong gaib tadi. Langkahnya laksana terbang menuju ujung lorong yang bersinar cerah berwarna putih keperakan.
Sampai di ujung lorong, cahaya putih memudar, seakan terdapat sebuah pintu menuju alam gaib. Sesosok tubuh berjubah putih memberi salam takzim. Wajah itu sangat rupawan, bertubuh tinggi, berkulit putih, paras mukanya berseri berkilauan. Di tangannya tergenggam sebuah senjata berbentuk trisula.
Setelah bertemu sosok yang kepada Abah Panjang mengaku bernama Najmudin, kisah selanjutnya lebih tidak masuk akal. Mbah Dowo atau Abah Panjang memilih memenggala ceritanya sampai di situ.
Di akhir cerita, Abah Panjang hanya berkata, setelah melewati tamasya di alam jin, ia kembali dibawa ke alam nyata. Dia merasakan tangannya dipegang dan tubuhnya terasa ringan melayang. Matanya terbuka dan dia telah kembali ke dunia, lalu menceritakan pengalamanya yang menakjubkan itu, meski tidak perlu saya tuliskan di sini.(bersambung)