Home / KEMAT / Berkeris, Pentjoblosan, dan Ngopi Pagi…

Berkeris, Pentjoblosan, dan Ngopi Pagi…

Menghunus keris pusaka atawa sipat kandel, sama juga makanya belajar sifat kendel, sifat tebal hati. Ini yang sering sulit dipahami generasi masa kini. Tapi akan selalu ada cara untuk mengenalkan keris kepada para pewaris dunia ini.

Saya juga tidak pernah lupa, menitipkan semangat dan harapan pada pucuk-pucuk bilah pengetahuan, kepada mereka. Bersama, beriringan, dan sejalan dengan waktu, semoga nunggak semi adanya.

Meskipun kini agak puthes, suatu saat pastikan bisa mbrojol. trubus dan “mrintis thukul”  kembali… tan hana wighna tan sirna…Ayo, jangan ragu berbuat. Inilah saatnya, mengenalkan keris pada generasi muda.

Usai mengenalkan keris kepada anak-anak muda, saya kembali menjadi warga biasa. Benar. Setiap berbicara keris, setiap dekat keris, setiap memegang keris, saya merasa menjadi warga tidak biasa. Minimal warga yang diamanati nguri-uri tinggalan leluhur. Bukankah itu tugas tidak biasa?

Nah, sebagai warga negara (maaf tiba-tiba saja, saya ingin menulis dengan gaya ejakan tempo doeloe) jadi jangan ada yang merasa tulisan ini salah ketik alias typo. Bukan pengin sok-sokan, tapi sekadar nostaliga, mengenang simbah-simbah yang sudah tenang di alam keabadian.

Baik. Saja sedang beroesaha menjadi warga jang baik, taat bajar padjek, beriman, bertaqwa, beroesaha radjin menaboeng, berbakti kepada noesa dan bangsa. Sebagai warga jang baik, saja baroe melakoeken pentjoblosan di Pilkades. Dan, sebagaimana berkeris, lakoekenlah pentjoblosan dengan penoeh tjinta, dengan soeka tjita, tjeria, goejoep roekoen dan penuh tjanda tawa.

Setelah pentjoblosan, saatnja ngopi dan berkeris dengan riang gembira dan penoeh tjanda tawa. Tapi setelah itu, hari ini niat maou muwur (katjang idjo) di sela-sela tanaman padi yang moelai sekarat, megap-megap di antara tanah  retak. Tanah retak setelah berjibakoe dengan musim kemarau dan udara dingin yang masih pandjang.

Tempat kita ini, memang hanja seroepa saloeran tjatjing. Ketika kemarau sawah kesulitan air, ketika moesim penghujan air berlimpah menggenang memboeat magep-magep, klelep, ndak mau soeroet-soeroet.

Jadi, ya memang koedoe nerimo ing pandoem. Beladjar sikap ikhlas (meski masih hanja di bibir), sikap wara’ dan qonaah. Merasa tjoekoep dengan semoea anoegerah redjeki dan semoea ketetapan Gusti. Eling pesan goeroe: satu perbuatan istiqomah lebih baik daripada seriboe karomah. Rahayu…rahayu…rahayu.(*)

About redaksi

Check Also

Mengenal Dalang Kebumen-16: Ki Basuki Hendro Prayitno, Dalang Senior yang Merakyat

Ini, Ki Basuki Hendro Prayitno. Dalang senior, ternama, dan menjadi rujukan dalang muda di Kabupaten …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *