Madsani berpandangan lain. Berbeda dengan Madanom, istrinya. Madsani lebih memilih untuk mengalir, mengikuti arus perjalanan kehidupan. Tidak banyak melakukan rekayasa, biarlah semua berlalu dengan datangnya waktu.
Madsani berkeyakinan semua akan selesai dengan perjalanan waktu. Permasalahan sebesar apapun akan selesai, meski tanpa rekayasa sedikitpun. Semua tidak akan sanggup berhadapan dengan sang kala, waktu akan memberikan pelajaran berharga bagi siapapun, termasuk diri dan keluarganya.
Apalagi hanya masalah cinta, masalah yang berhubungan dengan diri dan insaniyah. Masalah yang akan selesai dengan sendirinya, selesai dengan perjalanan waktu. Tidak akan berlarut-larut, tidak akan memerlukan banyak energi untuk menyelesaikan. Karena hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga.
Madsani sudah membaca keinginan istrinya, ke mana arah intuisinya. Bagaimanapun istrinya akan membela anak lanang mbareb yang dikandung selama sembilan bulan. Betapapun Madanom akan melakukan apapun untuk memperjuangkan bagaimana anaknya dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.
Madanon tidak ingin melihat anaknya terpuruk dalam kehidupan hanya karena cinta. Jangan sampai cinta menenggelamkan seluruh harapan dan cita-citanya. Madanom harus membela anaknya, membela sampai titik yang penghabisan. Pembelaan untuk anaknya yang digadang-gadang menjadi pengganti di masa yang akan datang.
Madsani bukan tidak menyadari hal itu, melainkan cara pandangnya saja yang berbeda. Madsani juga prihatin dengan keadaan yang dihadapi anaknya, namun anaknya harus menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Menghadapi kehidupan dunia yang serba keras dan membutuhkan perjuangan. Hari ini latihan untuk menghadapi masa depannya.
Madsani menyadari betul menghadapi kenyataan hidup, betapa kehidupan ini sangat berat. Kehidupan yang harus dilalui tidaklah mudah, sehingga membutuhkan persiapan—persiapan. Salah satunya menghadapi kenyataan hidup yang pahit, tidak selalu mulus seperti yang diharapkan.
“Sebagai mbareb laki-laki, kamu harus kuat,” demikian Madsani memberi nasehat kepada anak mbarebnya. Madanom bukan tidak pernah mendengar pernyataan itu, tidak sering memang namun di banyak kesempatan Madsani menyampaikan hal itu di antara perbincangan mereka.
Anak laki-laki tidak boleh cengeng menghadapi segala permasalahan, apalagi masalah cinta. Anak laki-laki harus kuat, sekuat banteng menghadapi semua musuh-musuh yang menghadang sehingga akan tampil sebagai pemimpin di masa depan.(bersambung)