Sri Wibowo dan Sri Wiwoho masih terus memberikan dukungan kepada Paidi untuk mempersatukan Masturoh, Mastufah, Masanah. Mereka menjadi tiga serangkai, tiga dara yang menjadi bagian dari tim ketika masih berada di sekolah desa.
Tiga serangkai yang kemana saja selalu ada mereka. Satu di antara mereka berada di satu acara maka yang lain akan muncul. Demikian kompaknya sehingga mereka mendapat julukan tiga serangkai. Tiga sekawan dan tiga bagian yang tak terpisahkan satu dengan yang lainnya.
Ketiganya sama menariknya. Mereka juga memiliki penguasaan yang baik dalam beberapa bidang pelajaran di sekolah. Masing-masing memiliki kelebihan, namun bukan tidak ada kelemahan. Masing-masing memiliki kecenderungan yang berbeda, bahkan kegemarannya juga berlainan. Dalam banyak hal mereka memiliki kekurangan, terutama dalam pelajaran olahraga. Pelajaran olahraga baik teori di kelas maupun praktek di lapangan sering dihindari.
Mereka sengaja tidak mengikuti pelajaran olahraga. Sampai satu kesempatan guru olahraganya mencari-cari karena setiap pelajaran olahraga ketiganya selalu absen. Selalu saja ada alasan untuk keluar kelas hanya karena tidak ingin mengikuti pelajaran yang menurut mereka membosankan, tidak menarik dan membuat badan tidak terjaga. Olahraga bagi mereka merupakan musuh bebuyutan.
“Membuat kulit menjadi kusam, hitam legam,” mereka serempak mengemukakan alasan ketika dipanggil guru olahraga untuk mempertanggungjawabkan ketidakhadiran mereka. Guru olahraga mengenakan sanksi kepada ketiganya kalau tidak dapat memberikan alasan tepat. Alasan harus tepat dan tidak dibuat-buat hanya karena malas mengikuti pelajaran olahraga.
“Saya tidak kuat terpanggang terik matahari, sering semaput kalau terpapar matahari,” yang lain memberikan argumentasi agar mendapat dispensasi dari setiap kegiatan olahraga. Mereka bukan hendak menentang guru olahraganya, melainkan kondisi salah satu di antara mereka memang tidak memungkinkan untuk mengikuti kegiatan olahraga.
Orangtuanya juga memberikan dispensasi serupa kepada anak perempuan semata wayang untuk tidak membantu pekerjaan di sawah. Meski emak-bapaknya sangat membutuhkan bantuan tenaganya. Namun kondisi fisiknya tidak mendukung sehingga orangtuanya tidak memaksakan kehendak dengan membebani tugas di sawah. Orangtuanya tahu persis keadaan anaknya, kalau dipaksakan membantu di sawah berpanas-panas akibatnya dapat fatal.
Pekerjaan rumah dapat diselesaikan tanpa terpaan panas matahari. Memasak dan mencuci masih dapat dilakukan.Meski tidak menggunakan bantuan mesin. Namun dapat dikerjakan di ruangan atau di sumur yang tidak terkena panas matahari. Hal itu bukan karena keengganan, apalagi karena malas. Sama sekali bukan karena itu, melainkan tuntutan kebutuhan.
Mereka bertiga mengajukan keberatan. Mereka berharap tidak mengikuti pelajaran olaharaga. Apapun sanki yang diberikan akan diterima asalkan mereka bertiga tidak mengikuti kegiatan olahraga. Hal itu sebagai bentuk solidaritas yang diberikan kepada anggota kelompok mereka. Sebagaimana sikap para ksatria pandawa, ketika satu di antara ksatria harus berjuang maka keempat lainnya ikut membela bahkan sampai tetes darah penghabisan. Demikian halnya dengan sikap dan semangat ketiganya dalam menghadapi guru olahraganya.(bersambung)