Mirah yang duduk di deretan paling depan, bertugas sebagai salah satu juri. Menyambut Paidi dengan tepuk tangan panjang. Sama seperti semua yang berada di kelas mendengarkan Paidi berpidato. Dua juri yang lain meski tidak sesemangat Mirah, juga memberikan apresiasi kepada Paidi.
Sepanjang hari itu Paidi mendapat ucapan selamat dari banyak teman mereka. Tidak terkecuali Mirah yang memberikan penghargaan tinggi, bukan saja dengan jabat tangan erat melainkan secara emosional.
Hal itu dibuktikan ketika Mirah memberikan penilaian hasil pengamatannya sebagai juri. Nilai sempurna diberikan kepada Paidi, nilai delapan plus. Komulasi angkanya menjadi tinggi yakni 250 point. Sementara dua juri yang lain tidak memberikan nilai lebih tinggi daripada nilai Mirah kepada Paidi. Dewan juri yang bersidang membahas hasil pidato, masing-masing memberikan penilaian berdasarkan pengamatannya.
Mirah menyampaikan berbagai argumentasi, mengapa memberikan nilai tertinggi kepada Paidi. Perdebatan sengit terjadi. Mirah mempertahankan dengan alasannya sendiri. Tetap memberikan penilaian tinggi.
Sementara dua juri yang lain tetap dengan pendidiannya, tidak memberikan nilai lebih tinggi. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya disepakati diambil jalan tengah. Kombinasi dilakukan terhadap nilai-nilai yang dikumpulkan setiap peserta lomba. Paidi menempati urutan di tengah di antara peserta lain. Meski tidak juara namun juga tidak menempati posisi juru kunci.
Mirah lega dengan hasil kompromi nilai yang diberikan kepada Paidi. Paling tidak Mirah sudah memberikan yang terbaik kepada sahabatnya yang sejati. Meski tidak mampu mengantarkan di puncak, namun Mirah sudah memberikan apa yang terbaik buat Paidi. Berada di tengah. Tidak tertinggi di puncak, juga tidak di landasan yang paling bawah. Untuk ukuran nilai masih lumayan.
Sebagai sebuah proses pembelajaran justru akan menjadi yang terbaik. Masih ada proses berjuang untuk mencapai sukses di posisi puncak. Proses perjuangan itu menjadi sangat penting bagi anak muda yang baru beranjak remaja seperti Paidi.
Kalau tiba-tiba menjadi yang terbaik, akan terjadi proses penurunan. Suatu saat akan mencapai masa jenuh sehingga tidak terjadi lagi pembelajaran terhadap diri untuk mencapai posisi puncak.
Selain itu ketika pagi-pagi sudah di posisi teratas, akan terasa sakit ketika ada saatnya terjatuh. Sebuah proses itulah yang akan mengantarkan kepada kedewasaan dalam sikap dan tindakan. Sikap dewasa itulah yang mampu memaknai perjalanan seorang anak manusia, termasuk sosok yang bernama Paidi.
“Selamat ya,” katanya pendek. Ketika bertemu di halaman rumah barulah Mirah mengulurkan tangan dan Paidi menyambutnya dengan hangat. Hanya ucapan selamat yang diberikan. Paidi juga menerima dengan sangat terbuka, menghargaai apresiasi yang diberikan sahabatnya.
Sengaja Mirah menyimpan ucapan selamat untuk itu memberikan ketika Paidi turun dari podium. Juga bukan di sekolah atau di kelas. Sengaja ucapan selamat diberikan di rumah, ketika suasananya lebih nyaman. Hal itu untuk menghindari berbagai prasangka di antara teman-teman sekolahnya. Padahal sebagian teman di sekolah sudah memaklumi, Paidi-Mirah bagai sejoli yang tidak terpisahkan. Sebagian teman mempercayai Paidi-Mirah sudah dijodohkan orangtua mereka. (bersambung)